Kritik Mengalir soal Tidak Ada Mens Rea dalam Kasus Tom Lembong, Kejagung: Putusan Hakim Sudah Final

Kasus Tom Lembong dan Kritik terhadap Vonis Pengadilan
Putusan pengadilan yang menjatuhkan hukuman penjara 4 tahun 6 bulan kepada Thomas Trikasih Lembong dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 mendapat berbagai respons dari berbagai pihak. Putusan ini menjadi sorotan publik, karena dinilai tidak memiliki dasar yang jelas dan mengandung ketidakpastian hukum.
Pihak Kejaksaan Agung menyatakan bahwa tidak ada niat jahat (mens rea) dalam kasus ini. Menurut Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, putusan majelis hakim menunjukkan bahwa Tom Lembong melakukan kesalahan, tetapi tidak ada indikasi bahwa ia memiliki niat jahat. Hal ini menjadi salah satu isu utama yang dipertanyakan oleh banyak pihak.
Tom Lembong sendiri menyatakan bahwa tidak ada niat jahat dalam perbuatannya. Ia menekankan bahwa selama proses persidangan, majelis hakim tidak pernah menyatakan adanya mens rea. Ini menjadi alasan kuasa hukumnya, Arie Yusuf Amir, untuk merasa khawatir dengan vonis yang diberikan.
Kritik dari Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM
Mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD, memberikan kritik terhadap putusan pengadilan. Ia menilai bahwa vonis tersebut tidak sesuai dengan prinsip hukum pidana yang mengharuskan adanya unsur niat jahat (mens rea). Mahfud menyatakan bahwa dalam kasus ini, tidak ada bukti bahwa Tom Lembong memiliki niat jahat atau memperkaya diri sendiri.
Selain itu, Mahfud juga mengkritik cara pengadilan menghitung kerugian negara. Ia menilai bahwa perhitungan kerugian negara dilakukan tanpa merujuk pada data resmi yang dibuat oleh BPKP. Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa kebijakan impor gula yang diambil oleh Tom Lembong adalah hasil dari instruksi atasan, sehingga tidak bisa disebut sebagai tindakan korupsi.
Respons Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Juru Bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Andi Saputra, menegaskan bahwa putusan terhadap Tom Lembong didasarkan pada fakta-fakta hukum yang terungkap selama persidangan. Ia menegaskan bahwa tidak ada intervensi dari pihak luar dalam proses persidangan. Ia juga mengimbau masyarakat untuk membaca putusan secara utuh dan berimbang agar dapat memahami alasan di balik putusan tersebut.
Andi menekankan bahwa putusan yang dijatuhkan merupakan hasil dari pertimbangan hukum yang objektif. Ia juga menyarankan agar para pihak yang tidak puas dengan putusan dapat mengajukan upaya hukum banding.
Reaksi dari Mantan Gubernur DKI Jakarta
Anies Baswedan, mantan Gubernur DKI Jakarta, menyampaikan kekecewaannya terhadap putusan pengadilan. Ia menilai bahwa sistem hukum dan peradilan harus lebih baik lagi. Anies menegaskan bahwa jika kepercayaan pada sistem hukum runtuh, maka negeri ini akan terganggu.
Menurut Anies, siapa pun yang mengikuti proses persidangan Tom Lembong dengan akal sehat pasti akan merasa kecewa. Ia juga mempertanyakan bagaimana jutaan warga negara lainnya akan merasa aman jika kasus seperti ini bisa dikriminalisasi.
Fakta-Fakta dalam Putusan Pengadilan
Dalam putusan pengadilan, hal yang memberatkan bagi Tom Lembong adalah kebijakan ekonomi kapitalis yang diambil saat menjabat Menteri Perdagangan serta kurangnya transparansi dalam pelaksanaan tugas. Sementara itu, hal yang meringankan adalah bahwa Tom belum pernah dihukum sebelumnya dan tidak menikmati uang dari kerugian negara.
Hakim juga memerintahkan jaksa untuk mengembalikan iPad dan Macbook milik Tom Lembong yang sempat disita. Namun, vonis ini tetap mendapat protes dari pengunjung sidang, yang menyoraki hakim karena tidak setuju dengan putusannya.
Tanggapan Kuasa Hukum
Kuasa hukum Tom Lembong, Arie Yusuf Amir, menyatakan bahwa putusan pengadilan tidak memperhatikan fakta-fakta yang terungkap selama persidangan. Ia menilai bahwa hakim hanya mengacu pada berkas perkara (BAP) dan tuntutan jaksa, tanpa mempertimbangkan bukti-bukti yang diajukan selama persidangan.
Arie menyoroti bahwa beberapa fakta dalam persidangan berbeda dengan BAP, namun tidak dipertimbangkan. Ia juga menyatakan bahwa banyak asumsi yang digunakan dalam putusan, bukan fakta yang nyata.