Masalah Rombel Dedi Mulyadi: Siswa Kelelahan, Guru Khawatir Suara Tak Terdengar

Penambahan Kapasitas Rombel Berdampak pada Sekolah Negeri di Depok
Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Gubernur Dedi Mulyadi, mengambil kebijakan untuk meningkatkan jumlah siswa per kelas di sekolah negeri. Sebelumnya, kapasitas rombongan belajar (rombel) di setiap kelas hanya sebanyak 36 orang. Kini, kebijakan tersebut berubah menjadi 50 siswa per kelas. Hal ini langsung berdampak pada berbagai sekolah negeri, termasuk SMA Negeri 1 Depok.
SMA Negeri 1 Depok telah menerima sebanyak 480 siswa baru untuk tahun ajaran 2025/2026. Siswa-siswa tersebut dibagi ke dalam 10 kelas. Namun, kondisi ruang kelas yang padat dan suhu yang tidak terkendali membuat beberapa siswa merasa tidak nyaman.
Suhu Ruang Kelas yang Tidak Terkendali
Saat Zona Kreasi berkunjung ke salah satu ruang kelas, yaitu kelas X-7, terlihat bahwa ruang belajar cukup penuh. Salah satu siswa laki-laki sempat menyampaikan keluhan dengan berteriak “gerah” saat Kepala Sekolah, Usep Kasman, sedang menyapa siswa baru.
“Gerah, Pak,” ucap siswa tersebut.
Usep menjawab dengan tenang, “Baik, nak. Nanti AC nya dicek lagi ya biar bisa makin dingin.”
Beberapa siswa tampak memegang kipas tangan dan sibuk mengipasi wajah mereka sembari mendengarkan guru di depan kelas. Bahkan, ada siswa yang menggunakan buku tulis sebagai alat pengganti kipas.
Usep menjelaskan bahwa setiap kelas sudah dilengkapi dua unit pendingin ruangan (AC). Namun, ia mengakui bahwa suhu ruang kelas tidak bisa sepenuhnya dingin sesuai harapan.
“AC ada, tapi memang kalau ingin dingin (ruang kelas) ya mungkin tidak, tapi kalau sekedar adem ya bisa,” kata Usep.
Persiapan Fisik Sekolah
Untuk menghadapi penambahan jumlah siswa, pihak sekolah melakukan beberapa langkah persiapan. Salah satunya adalah membeli meja dan kursi baru. Usep menjelaskan bahwa sekolah kurang sekitar 90 meja karena beberapa meja dan kursi sebelumnya dalam kondisi rusak.
“Kemarin itu kita kurangnya 90 meja karena digabung dengan yang kondisi (meja dan kursi) rusak, jadi butuh 90 meja (buat dibeli),” jelas Usep.
Selain itu, sekolah juga melakukan penataan ulang ruang kelas. Ruang kelas yang lebih luas, yang sebelumnya digunakan oleh murid kelas 12, kini dialokasikan untuk siswa baru. Sementara itu, siswa kelas 12 dipindahkan ke ruang kelas lain dengan ukuran lebih kecil.
“Kalau kita kan kebetulan ada kelas-kelas yang lebar jadi bisa (dialokasikan), enggak terlalu mepet dan tetap bisa untuk melayani anak-anak,” tambah Usep.
Tantangan Baru bagi Guru
Kondisi kelas yang lebih luas dan jumlah siswa yang lebih banyak juga membawa tantangan baru bagi para guru. Usep menyebut beberapa guru, terutama guru perempuan, memiliki suara yang cenderung pelan sehingga dikhawatirkan tidak terdengar oleh seluruh siswa di kelas.
“Ada guru yang ibu-ibu mungkin suaranya memang agak kecil, atau kurang pede (untuk mengajar di kelas sebesar itu),” ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, pihak sekolah membeli beberapa microphone wireless yang dapat dimanfaatkan para guru sebagai fasilitas penunjang saat mengajar.
“Kita juga sudah anggarkan bagi guru-guru yang suaranya kecil nanti kita siapkan mic wireless ya, kemarin sudah rapat,” jelas Usep.
Meski demikian, Usep memastikan bahwa kegiatan belajar selama dua minggu ini masih berlangsung kondusif dan nyaman.
“Tapi saya kira ternyata mic banyak yang tidak digunakan karena murid-muridnya juga di sini sudah lebih tertib,” ujar Usep.
“Intinya sekolah sudah siapkan mic pokoknya untuk mereka para guru yang butuh,” tambahnya.