Nadiem Terjebak dalam 3 Kasus Korupsi: Chromebook, Kuota Gratis, dan Google Cloud

Nadiem Makarim Terlibat dalam Tiga Kasus Dugaan Korupsi
Nadiem Makarim, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), kini menjadi pusat perhatian dalam tiga kasus dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh lembaga penegak hukum. Setelah ia tidak lagi menjabat sebagai menteri sejak Oktober 2024, berbagai penyelidikan terkait program digitalisasi pendidikan mulai memperlihatkan adanya indikasi kecurangan.
Penyelidikan Kejaksaan Agung Terkait Chromebook
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam program digitalisasi pendidikan tahun 2019–2022 yang melibatkan pengadaan laptop berbasis Chromebook. Awalnya, kasus ini hanya dianggap sebagai penyelidikan biasa, tetapi statusnya kemudian dinaikkan menjadi penyidikan pada Mei 2025. Hal ini membuat Nadiem Makarim terseret dalam proses hukum tersebut.
Pencekalan untuk bepergian ke luar negeri dilakukan terhadap Nadiem sejak Sabtu (19/6/2025) hingga enam bulan ke depan. Ia juga menjalani pemeriksaan pertama sebagai saksi pada Senin (23/6/2025). Setelah serangkaian pemeriksaan, Kejagung menetapkan beberapa orang sebagai tersangka. Di antaranya adalah Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar, dan Mulyatsyah, mantan Direktur Sekolah Menengah Pertama, dari Kemendikbud Ristek periode 2020–2021.
Menurut Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, program pengadaan Chromebook sudah direncanakan sebelum Nadiem menjabat sebagai menteri. Pada Agustus 2019, Nadiem bersama staf khususnya, Fiona, dan Jurist Tan membentuk grup WhatsApp yang membahas rencana pengadaan program digitalisasi pendidikan. Jika Nadiem diangkat sebagai menteri, rencana tersebut akan dilanjutkan.
Setelah Nadiem diangkat menjadi menteri pada Oktober 2019, Jurist, yang menjabat sebagai Stafsus Mendikbud Ristek, menghubungi YK dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan (PSPK) untuk membuat kontrak kerja bagi Ibrahim Arief agar menjadi konsultan teknologi di Warung Teknologi Kemendikbud Ristek. Ibrahim kemudian membantu pengadaan teknologi informasi dan komputer menggunakan Chromebook.
Kejagung juga menemukan bahwa Jurist dan Fiona memimpin beberapa rapat melalui Zoom terkait pengadaan Chromebook. Bahkan, Jurist sempat meminta Sri, Mulyatsyah, dan Ibrahim untuk menggunakan Chrome OS dalam pengadaan TIK. Padahal, stafsus menteri seharusnya tidak memiliki kewenangan dalam tahap perencanaan dan pengadaan barang dan jasa terkait dengan Chrome OS.
Nadiem juga pernah bertemu dengan dua perwakilan Google, yakni WKA dan PRA, untuk membicarakan pengadaan pada Februari dan April 2020. Jurist kemudian menindaklanjuti instruksi Nadiem untuk bertemu pihak Google dalam rangka membahas teknis pengadaan. Salah satu hal yang dibahas adalah adanya co-investment sebesar 30 persen dari Google untuk Kemendikbud Ristek.
Meski begitu, Kejagung belum menetapkan Nadiem sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi Chromebook.
Penyelidikan KPK Terkait Google Cloud dan Kuota Internet Gratis
Setelah Kejagung menetapkan beberapa pejabat Kemendikbud Ristek sebagai tersangka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan bahwa pihaknya sedang menyelidiki dugaan korupsi Google Cloud di kementerian yang sama. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa perkara tersebut masih dalam penyelidikan. Namun, kasus dugaan korupsi Google Cloud tidak terpisahkan dari pengadaan Chromebook yang sedang ditangani Kejagung.
Selain itu, KPK juga menyelidiki kasus dugaan korupsi pengadaan kuota internet gratis di Kemendikbud Ristek. Kasus ini menjadi bagian dari pengusutan dugaan korupsi Google Cloud. Asep mengatakan bahwa ada perangkat keras (laptop Chromebook), tempat penyimpanan data (Google Cloud), dan paket data (kuota internet gratis) untuk menghidupkan laptop tersebut.
Sebelum diselidiki oleh KPK, Kemendikbud Ristek pernah memberikan bantuan kuota internet untuk siswa PAUD, SD, SMP, dan SMA sederajat mulai dari 20 hingga 30 GB per bulan pada 2020. Bantuan kuota internet juga diberikan kepada guru PAUD, SD, SMP, SMA, dosen, dan mahasiswa dari 42 GB hingga 45 GB per bulan.