Tambang Pasir Ilegal di Bintan Tetap Beroperasi Meski Ditolak Warga

Aktivitas Tambang Pasir Ilegal di Bintan Masih Jadi Perhatian
Aktivitas tambang pasir ilegal di Bintan, khususnya di area Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), masih menjadi perhatian masyarakat. Meskipun berstatus ilegal, lokasi ini terus menjadi incaran para penambang karena potensi keuntungan yang besar. Meski beberapa kali digerebek oleh aparat kepolisian, aktivitas penambangan tidak sepenuhnya berhenti. Para penambang tetap melanjutkan usaha mereka tanpa mengurangi semangat.
Di wilayah Gunung Kijang saja, diperkirakan ada puluhan titik yang digunakan untuk menambang pasir ilegal. Jarak antar titik penambangan relatif dekat, sekitar 500 meter hingga 1 kilometer. Dari pantauan yang dilakukan, pada Kamis (24/7/2025) tidak ada aktivitas tambang yang terlihat di sejumlah lokasi. Salah satu tempat yang sebelumnya digunakan sebagai lokasi tambang pasir ilegal di jalan PT BAI, kini hanya menyisakan alat-alat bekas seperti sekop rusak, bantal, celana panjang, dan baju kaos yang sudah usang. Selain itu, terdapat sepasang sepatu boat dan sendal jepit yang rusak juga terlihat di lokasi tersebut.
Wartawan melakukan pengamatan ke lokasi lain yang hanya berjarak 50 meter dari lokasi pertama. Di sini, tidak lagi terlihat barang-barang milik para penambang. Hanya lahan kosong yang telah rusak dan bergelembung. Beberapa kubangan air tampak berjejer di area tambang ini. Lubang-lubang dengan kedalaman antara 2 hingga 5 meter terlihat jelas. Kubangan tersebut terisi air hujan dan penuh dengan kotoran serta sampah yang mengapung di atasnya.
Dua lokasi tersebut ternyata sudah lama tidak beroperasi, sekitar dua bulan terakhir. Hal ini terbukti dari akses masuk ke dalam lokasi tambang yang telah ditutup dengan portal dan kayu besar. Setelah ditelusuri lebih lanjut, ternyata kehadiran tambang ilegal ini tidak disetujui oleh masyarakat sekitar.
Seorang warga Gunung Kijang bernama Juno (43) merasa terganggu dengan adanya tambang pasir ilegal. Menurutnya, jalan di area tersebut menjadi kotor saat hujan dan banyak debu saat musim kemarau. Selain itu, suara mesin sedot pasir sering mengganggu ketenangan, terutama saat siang hari.
Juno mengaku beberapa kali membuat pengaduan ke Kecamatan Gunung Kijang dan Polsek Gunung Kijang. "Alhamdulillah sekarang sudah rutin di tertibkan," katanya. Namun, tidak semua warga setuju dengan tindakan penutupan tambang ilegal ini.
Beberapa warga di Kawal, yang berinisial S, mengatakan bahwa pasir ilegal sangat membantu mereka. Menurutnya, pasir ilegal tergolong murah dan ramah di kocek. Selain itu, kualitas pasirnya cukup bagus jika dibandingkan dengan pasir lain. "Pasir sedot ini sangat kokoh jika kita gunakan untuk pasang batak," ujarnya. Ia juga mengaku membangun rumahnya menggunakan pasir ilegal, dan hasilnya memuaskan.
Selain warga, penambang pasir asal Malang, Rapat (berinisial Y), juga mengaku hidup dari usaha tambang pasir. Tambang pasir merupakan satu-satunya sumber penghasilannya. "Saya sudah nganggur satu bulan Bang. Semenjak di razia dan ditutup saya belum ada pekerjaan," katanya. Selama ini, hasil tambang pasir bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. "Setiap hari paling kurang saya dapat 5 lori. Pembelinya macam-macam, ada yang pribadi ada juga yang dari perusahaan," ceritanya.
Harga jual satu lori pasir sebesar Rp 450 ribu, yang dibagi kepada dua anggota tim masing-masing Rp 50 ribu per lori. Dari hasil jual pasir, ia juga bisa membiayai anaknya yang kini duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bintan. "Hari-hari pasti ada aja, tak kosong," ujarnya.
Menurut Y, pembeli minat dengan pasir ilegal karena harganya lebih murah dan kualitasnya bagus. "Banyak yang beli pasir ilegal karena, murah. Beli di tambang resmi mahal, 1 lori Rp 600 ribu," katanya. Ia berharap Pemerintah Kabupaten Bintan bisa mempertimbangkan keluhan warga ini.