Warga Parepare Diajarkan Membuat Pot dari Limbah Anorganik

Warga Parepare Diajarkan Membuat Pot dari Limbah Anorganik

Kreativitas Mahasiswa Unhas dalam Mengolah Sampah

Pada sore hari tanggal 25 Juli 2025, halaman rumah Pak RT di Kelurahan Ujung Baru, Kota Parepare, tampak lebih ramai dari biasanya. Sejumlah warga berkumpul dan duduk melingkar di bawah tenda sederhana. Di depan mereka, botol plastik bekas, wadah makanan, dan galon rusak justru menjadi bintang utama. Bukan untuk dibuang, tetapi diolah menjadi pot tanaman yang ramah lingkungan.

Kegiatan ini diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) dalam program KKN Gelombang 114. Mereka menamai gerakan ini “Kreatif Olah Sampah: Membuat Wadah Tanam Sistem Wick”. Program sederhana ini memiliki dampak yang besar, mulai dari pengelolaan sampah, peningkatan ekonomi kreatif, hingga upaya pencegahan stunting.

Kegiatan berjalan lancar di halaman rumah Bapak RT 01 RW 05. Turut hadir Lurah Ujung Baru Sri Irma Arisanti, Babinsa, staf kelurahan, para RW dan RT, serta rekan-rekan mahasiswa dari ITH dan IAIN. Semua tampak antusias mengikuti proses pembuatan pot tanam dari limbah anorganik.

Saya kemudian berbincang dengan Besse Citra Ramadani, mahasiswa Fakultas Pertanian Unhas sekaligus penanggung jawab program. Menurutnya, minat warga menanam sayuran di rumah cukup tinggi, tetapi kendala utamanya adalah lahan sempit. Pot sistem wick ini bisa menjadi solusinya.

Pot-pot ini dibuat dari limbah plastik seperti botol bekas, thinwall, dan galon rusak, lalu dirangkai dengan teknik hidroponik sistem wick. Selain hemat air, metode ini mudah diterapkan dan cocok untuk pekarangan kecil. Bahkan menurut Besse, pot ini tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpeluang menjadi produk ekonomi kreatif.

Lurah Ujung Baru, Sri Irma Arisanti, memberikan apresiasi tinggi terhadap kegiatan ini. Ia menyatakan sangat mengapresiasi adik-adik mahasiswa karena bukan hanya kreatif, tetapi juga membawa dampak nyata bagi masyarakat. Ia berharap program semacam ini bisa terus ditiru oleh lingkungan RT dan RW lainnya.

Setelah sambutan, warga langsung diajak praktik. Mahasiswa membimbing mulai dari memilah sampah, membuat pot, memasang sumbu, hingga menanam bibit sayur seperti kangkung dan pakcoy. Saya sempat mampir ke salah satu meja praktik dan melihat anak-anak muda dan ibu-ibu bekerja bersama, tertawa sambil bereksperimen dengan pot mini dari galon bekas.

Plt Kepala Desa, Sofyan Ibnu Hasyim, juga membagikan cerita menarik. Keberadaan taman mangrove di Pasi-pasi dan kini program pot dari sampah memberi efek ekonomi nyata. Ia menunjuk warung kecil di dekat pintu masuk pantai yang ramai pengunjung. Salah satu warung itu milik Neni, isinya sederhana tapi ramai pengunjung.

Potensi wisata tumbuh, usaha kecil hidup, dan warga mulai sadar bahwa dari sampah pun bisa tumbuh peluang. Melalui pendekatan praktis dan semangat gotong royong, mahasiswa KKN 114 Unhas bukan hanya mengajarkan cara menanam. Mereka menanam kesadaran tentang pentingnya kelola sampah, tanam sayur sendiri, dan melihat peluang ekonomi dari limbah.

Dari Kelurahan Ujung Baru, kami belajar: yang dibuang belum tentu tak berguna. Asal diolah dengan hati dan semangat berbagi, sampah bisa menjadi pot — pot yang menumbuhkan masa depan.