Apa Kata Mahkamah Eropa Mengenai Negara Asal yang Aman bagi Pencari Suaka?

Pedoman Baru Negara Asal yang Aman di Italia dan Persoalan Hukumnya
Italia baru-baru ini menetapkan pedoman baru terkait "negara asal yang aman" melalui mekanisme yang dikenal sebagai "Model Albania." Namun, putusan Mahkamah Eropa (ECJ) kembali memicu perdebatan mengenai validitas dan penerapan aturan tersebut. Dalam konteks Uni Eropa, setiap negara anggota berhak menentukan definisi sendiri tentang "negara asal yang aman" dalam hukum nasionalnya. Namun, ECJ menegaskan bahwa pengadilan nasional harus mampu memverifikasi apakah peraturan Uni Eropa telah diimplementasikan secara benar. Selain itu, sumber informasi yang digunakan oleh suatu negara untuk menentukan status "negara asal yang aman" harus dapat diakses oleh pengadilan maupun pemohon suaka.
Putusan ECJ ini lahir dari kasus dua migran asal Bangladesh yang dibawa ke Albania berdasarkan Protokol Albania-Italia. Di sana, mereka ditolak oleh otoritas Italia karena Bangladesh dianggap sebagai negara "aman" berdasarkan aturan nasional Italia. Jika suatu negara dianggap "aman," permohonan suaka bisa diproses lebih cepat di perbatasan. Namun, pengadilan Italia ingin putusan ini ditinjau kembali oleh ECJ.
Negara Asal Harus Dinyatakan Aman untuk Seluruh Rakyatnya
Pemerintah Italia yang dipimpin oleh Giorgia Meloni ingin menerapkan prosedur suaka di Albania dalam hukum nasional. Namun, upaya ini menghadapi penolakan dari pengadilan Italia. Perselisihan antara lembaga peradilan dan pemerintah semakin memanas, terkait siapa yang berhak menentukan definisi "negara asal yang aman."
Pada Oktober 2024, pemerintah Italia melalui dekrit 158/2024 menetapkan sekitar 19 negara, termasuk Bangladesh, sebagai negara asal yang aman. Sejak Maret 2025, kamp-kamp pengungsian di Albania menampung para pemohon suaka yang ditolak hingga mereka dideportasi.
Juru bicara kebijakan hukum organisasi Pro Asyl, Wiebke Judith, tidak terkejut dengan putusan ECJ. Ia menyebut putusan tersebut sebagai klarifikasi penting, meski dampaknya terbatas. Dalam putusannya, ECJ menegaskan bahwa suatu negara dianggap "aman” jika seluruh kelompok masyarakat di sana dilindungi. Meskipun mayoritas penduduk mungkin aman, mungkin tidak bagi kelompok minoritas seperti anggota gerakan LGBTIQ+.
PM Meloni Menyampaikan Kritik Terhadap ECJ
Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni, merespons keras putusan ECJ tersebut. Ia menilai bahwa peradilan Eropa mengklaim sesuatu yang di luar kewenangannya, sementara tanggung jawabnya diemban para politisi. Pemerintah sayap kanan Meloni juga pernah menyerang peradilan Italia yang mendukung ECJ. Menurut Andreina De Leo, pakar hukum dari Universitas Maastricht, hanya ada dua kemungkinan yang bisa diambil pemerintah Italia: menghentikan proses cepat permohonan suaka dari negara-negara yang tidak sepenuhnya aman, atau menyatakan bahwa negara-negara dalam daftar tersebut sepenuhnya aman.
Putusan dengan Dampak Terbatas
Dengan reformasi suaka UE yang akan berlaku pada Juni 2026, situasi akan berubah. Untuk negara asal yang secara umum diklasifikasikan sebagai "aman,” kelompok minoritas tertentu dapat dikecualikan, seperti yang ditetapkan oleh ECJ. Namun, secara potensial, lebih banyak negara dapat dikategorikan sebagai "negara asal yang aman.”
Kelompok pembela suaka "Pro-Asyl" mengkritik rencana reformasi suaka UE, karena standar untuk menentukan negara asal yang aman akan menurun secara drastis. Hal ini akan menimbulkan lebih banyak lagi pertanyaan hukum.
Aturan Baru Suaka Seluruh Eropa
Konsep "negara asal yang aman” juga akan diterapkan dalam aturan suaka baru. Komisi Eropa telah mengajukan proposal untuk daftar bersama Eropa pada April lalu, yang mencakup Kosovo, Bangladesh, Kolombia, Mesir, India, Maroko, dan Tunisia. Komisi Eropa juga mengusulkan pengecualian untuk "negara asal yang aman”, serta penerapan prosedur perbatasan sebelum 2026. Prosedur ini diberlakukan bagi para pemohon suaka dengan peluang kecil menerima perlindungan internasional.
"Dari sudut pandang kami, konsep negara asal yang aman bertentangan dengan prosedur suaka yang adil dan tidak memihak,” kata Judith. Ini hanyalah “salah satu elemen dalam kerangka besar yang bertujuan untuk mempersulit, mengisolasi, dan menakut-nakuti para pengungsi.”
Tidak Menolak Model Albania
Kedua ahli sepakat bahwa putusan ECJ tidak secara umum memvalidasi Model Albania. Wiebke Judith menekankan bahwa penerapan peraturan hukum Eropa tidak berlaku di Albania. Selain itu, tindakan Italia menimbulkan masalah hak asasi manusia lainnya, misalnya terkait penahanan para pengungsi.
Di UE sendiri, model-model semacam ini telah dibahas sejak lama dengan istilah "solusi inovatif.” Denmark juga tertarik melakukan prosedur suaka di luar wilayahnya. Jerman dan beberapa negara lainnya ingin dapat menempatkan pemohon suaka yang ditolak di negara ketiga. Lantas, dapatkah keputusan ECJ berlaku di Albania? Hal ini lah yang turut disoroti pakar hukum De Leo. Negara-negara anggota UE lain yang mendukung model Italia-Albania ini tentu menantikan putusan ini.