Bolehkah Nama Gunakan Angka atau Simbol? Ini Penjelasan Dukcapil

Featured Image

Nama Anak yang Tidak Biasa, Apakah Boleh?

Nama seseorang biasanya terdiri dari rangkaian huruf yang membentuk satu atau beberapa kata. Namun, di era modern ini, kreativitas orang tua dalam memberikan nama kepada anak semakin beragam. Tidak hanya sekadar kombinasi huruf, nama kini juga dianggap sebagai cerminan harapan, identitas, dan ekspresi keunikan. Tak heran, banyak orang tua memilih nama-nama yang tidak biasa, bahkan memasukkan angka atau tanda baca ke dalamnya.

Pertanyaannya adalah, apakah boleh sebuah nama menggunakan angka atau tanda baca? Untuk menjawab hal ini, kita bisa melihat aturan resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang.

Penjelasan dari Dukcapil

Direktur Integrasi Data Kependudukan Nasional Ditjen Dukcapil, Handayani Ningrum, menjelaskan bahwa penggunaan angka dan tanda baca tidak diperbolehkan dalam penulisan nama. Ia menyampaikan bahwa hal tersebut akan menyulitkan proses input data ke dalam database. Selain itu, tanda baca juga tidak diperbolehkan.

Aturan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Pemendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Menurut Handayani, orang tua sebaiknya mematuhi peraturan ini sebelum memberikan nama kepada anak. Ia menekankan bahwa peraturan ini sudah jelas diatur dan harus dipatuhi.

Peraturan ini bertujuan untuk mendukung kelancaran pelayanan publik serta memberikan perlindungan hukum bagi anak. Selain itu, aturan ini juga dimaksudkan agar nama yang dicatat mencerminkan nilai-nilai agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kriteria Nama yang Tidak Sah

Beberapa kriteria nama yang dianggap tidak sah dan akan ditolak saat pengurusan dokumen kependudukan seperti KTP dan KK antara lain:

  • Menggunakan angka dan tanda baca: Nama harus menggunakan huruf latin sesuai kaidah penulisan bahasa Indonesia dan tanpa tanda baca atau simbol.
  • Hanya terdiri dari satu kata: Nama pada dokumen kependudukan harus terdiri dari minimal dua kata. Hal ini penting karena beberapa kebutuhan seperti pembuatan paspor memerlukan nama dengan dua kata.
  • Terdiri lebih dari 60 karakter: Nama tidak boleh lebih dari 60 karakter atau huruf, termasuk spasi. Tujuannya agar nama dapat muat dalam dokumen kependudukan.
  • Mengandung multitafsir: Nama harus mudah dibaca dan tidak menimbulkan multitafsir. Hal ini memudahkan penyebutan nama panggilan dan menghindari kesalahan penulisan.
  • Bermakna negatif: Nama tidak boleh mengandung makna negatif. Nama juga tidak boleh memiliki unsur yang dilarang, seperti penghinaan, provokasi, atau hal-hal yang bertentangan dengan norma.
  • Disingkat-singkat: Nama tidak boleh disingkat, kecuali jika singkatan tersebut tidak memiliki arti lain.

Konsekuensi Jika Nama Tidak Sesuai Aturan

Jika nama tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, pejabat Dinas Dukcapil daerah setempat tidak akan mencatat dan menerbitkan dokumen kependudukan. Pejabat yang tetap melakukan pencatatan meski tahu nama tersebut melanggar aturan akan mendapatkan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Sanksi ini diberikan oleh Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.

Selain itu, gelar akademik dan keagamaan tidak boleh dicantumkan pada akta kelahiran, kematian, perkawinan, perceraian, dan pengakuan anak. Namun, gelar pendidikan dan keagamaan boleh dicantumkan pada KK dan KTP elektronik dengan penulisan yang bisa disingkat.

Aturan penulisan nama pada dokumen kependudukan ini berlaku sejak Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 diundangkan pada 21 April 2022. Nama penduduk yang tercatat pada dokumen kependudukan sebelum tanggal tersebut masih tetap berlaku dan tidak perlu dilakukan perubahan.