GAS SAJA dan ASMARA DIJIWA, Guru BK Bulukumba Tangani Krisis Kesehatan Jiwa Pelajar

Featured Image

Sekolah sebagai Ruang Pemulihan Jiwa

Di bawah langit yang cerah di Gedung Pinisi, pada pagi 8 Agustus 2025, Bulukumba tidak hanya menjadi titik di peta Sulawesi Selatan, tetapi juga menjadi panggung penting bagi para pendidik. Mereka berkumpul untuk belajar menjadi penolong jiwa, dengan fokus pada luka yang tidak terlihat di benak remaja.

Para guru Bimbingan dan Konseling (BK) dari berbagai tingkat sekolah seperti SMP, SMA, hingga Madrasah hadir bersama praktisi psikologi dan pembuat kebijakan kesehatan jiwa. Tujuan mereka sama: menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman, baik secara fisik maupun psikologis.

Pelatihan Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP)

Sesi yang paling menarik adalah pelatihan Pertolongan Pertama pada Luka Psikologis (P3LP). Para guru tidak hanya mendengarkan, tetapi juga memerankan situasi nyata. Mereka menghadapi siswa korban perundungan, remaja yang tertekan akademik, hingga mereka yang diam-diam memiliki niat buruk terhadap hidupnya sendiri.

Dengan bimbingan Andi Fitri Wahyuni, M.Psi., seorang psikolog dari Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Sulsel, para guru belajar bagaimana mendengarkan aktif, membaca bahasa tubuh, serta melakukan intervensi awal yang berbasis empati. Seorang guru mengungkapkan rasa haru saat menyadari bahwa mendengarkan tanpa menghakimi adalah sebuah keterampilan, bukan sekadar niat baik.

Strategi Provinsi dan Inovasi Lokal

Dua narasumber utama hadir dalam acara ini, yaitu Ahmadi Arief Patongai, SKM., MPH dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, dan Andi Fitri Wahyuni, M.Psi., Psikolog dari IPK Sulsel. Mereka memberikan wawasan tentang strategi provinsi dan inovasi lokal dalam menghadapi isu kesehatan jiwa.

Ahmadi menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh menunggu anak-anak datang ke rumah sakit jiwa. "Kita harus hadir di tempat mereka tumbuh, yaitu sekolah, Puskesmas, dan komunitas," ujarnya.

Program ini juga merupakan bagian dari inovasi daerah Gerakan Sekolah Sehat Jiwa Anti Narkoba (GAS SAJA), yang lahir dari Aksi Masyarakat Terintegrasi Deteksi Intervensi Kesehatan Jiwa (ASMARA DIJIWA).

Pengembangan Program dan Jaringan Konselor

Arhan, S.Kep., Ns., M.Kep—penanggung jawab program—menjelaskan bahwa ide ini muncul dari pengalaman lapangan, bukan sekadar dari rapat-rapat. Ia pernah menangani kasus siswa yang ingin bunuh diri, terjerumus narkoba, atau yang dihukum padahal sedang menjerit dalam hati. Ia menegaskan bahwa jika guru BK tidak dilengkapi dengan keterampilan dan jaringan, maka kita akan terus datang terlambat.

Langkah Nyata dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba

Dinas Kesehatan Kabupaten Bulukumba merancang beberapa langkah nyata, seperti SOP mini tanggap jiwa, pelatihan peer counselor, sistem rujukan ke Puskesmas, serta pembentukan Jejaring Konselor Jiwa Sekolah lintas instansi. Hj. Wahidah, S.Kep., Ns., Kabid Kesmas Bulukumba menekankan bahwa setiap anak harus merasa cukup didengar dan layak dibantu. Sekolah tidak boleh menjadi tempat yang sunyi secara emosional.

Perubahan Besar dari Satu Anak yang Didengar

Pada akhirnya, kegiatan ini menegaskan bahwa sekolah bukan hanya tempat mengajar, tetapi juga ruang pemulihan jiwa. Guru BK bukan sekadar penasehat akademik, tetapi wajah pertama yang bisa menyambut siswa pulang ke rasa aman.

"Kita mungkin tidak menyelamatkan semua anak. Tapi jika satu anak hari ini merasa cukup didengar, itu sudah cukup untuk sebuah perubahan besar," pungkas Arhan.