Investasi Berkilau, Tapi Pengangguran Menghimpit: Paradoks Jawa Barat yang Harus Dipecahkan

Keseimbangan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Kesempatan Kerja di Jawa Barat
Di tengah tumbuhnya angka investasi yang mencengangkan, Jawa Barat masih menghadapi tantangan besar dalam menurunkan tingkat pengangguran. Angka-angka ini memperlihatkan paradoks yang terjadi antara pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan kebutuhan tenaga kerja yang tidak sejalan. Sebuah fenomena yang perlu dipahami dan dipecahkan secara sistematis.
Paradoks Pertumbuhan dan Pengangguran
Investasi di Jawa Barat terus meningkat, bahkan menjadi provinsi dengan capaian tertinggi nasional pada kuartal II 2025. Namun, meskipun angka investasi naik, tingkat pengangguran tetap tinggi. Data Sakernas menunjukkan bahwa pengangguran usia muda mencapai 23,63 persen, sementara pengangguran total juga meningkat. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja.
Para ahli menyatakan bahwa penyebab utama adalah ketidaksinkronan antara kebutuhan industri dan kompetensi tenaga kerja lokal. Banyak investasi yang masuk lebih bersifat padat modal daripada padat karya, sehingga tidak memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kesempatan kerja.
Sektor Industri: Antara Modernitas dan Eksklusi
Sektor industri seperti kendaraan bermotor dan mesin logam mendominasi peta investasi di Jawa Barat. Namun, sektor ini memiliki daya serap tenaga kerja yang relatif rendah. Teknologi tinggi yang diperlukan dalam industri ini tidak selalu dapat diakses oleh semua lulusan pendidikan vokasi.
Kurikulum pendidikan vokasi belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan industri. Banyak lulusan SMK yang menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan meski telah memiliki ijazah. Hal ini menciptakan eksklusi dalam pasar tenaga kerja modern.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah perlu mengarahkan arus investasi ke sektor-sektor yang lebih inklusif. Misalnya, industri berbasis pertanian, perikanan, dan kerajinan lokal harus kembali menjadi prioritas. Dengan demikian, modernitas tidak akan mengorbankan keadilan sosial.
Kesenjangan Pendidikan Vokasi dan Dunia Kerja
Lulusan SMK dan vokasi di Jawa Barat cukup banyak, namun serapan industri rendah karena dua faktor utama: kesenjangan keterampilan dan kurangnya penyesuaian dengan potensi wilayah. Jurusan otomotif, komputer, dan informatika sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan daerah tertentu.
Contohnya, kawasan pesisir lebih membutuhkan ahli perikanan dan kelautan, bukan lulusan jurusan teknologi. Untuk mengatasi ini, pendekatan kontekstual dalam pendidikan vokasi diperlukan. Jurusan harus disesuaikan dengan potensi lokal, seperti pertanian di selatan dan industri hulu otomotif di Rebana.
Tanpa reformasi pendidikan vokasi, investasi sebesar apa pun akan tetap menghasilkan ketimpangan. Pendidikan yang adaptif dan relevan adalah fondasi dari ekonomi yang produktif.
Peran Pemerintah Daerah dalam Menyambungkan Titik
Pemerintah Provinsi Jawa Barat memegang peran penting dalam menyambungkan titik antara investasi, pendidikan, dan tenaga kerja. Sinkronisasi antarsektor bukan hanya teknis, tapi juga strategis.
Keberhasilan pembangunan ekonomi bergantung pada kebijakan yang terintegrasi. Perencanaan jangka menengah harus melibatkan forum lintas sektor yang konkret dan berkelanjutan. Pemerintah juga perlu memfasilitasi industri agar aktif membina calon tenaga kerja sejak dari bangku pendidikan.
Selain itu, pemda perlu melakukan pemetaan keterampilan tenaga kerja secara dinamis. Data ini bisa menjadi dasar pengambilan kebijakan vokasi dan penyerapan tenaga kerja di masa depan.
Refleksi untuk Indonesia: Investasi Harus Inklusif
Fenomena di Jawa Barat mencerminkan tantangan nasional. Ketimpangan antara investasi dan pengangguran terjadi di berbagai provinsi lain, terutama dengan bonus demografi yang terus menekan. Kita tidak boleh hanya mengejar angka realisasi investasi tanpa melihat siapa yang benar-benar diuntungkan.
Investasi inklusif bukan hanya tentang lokasi industri, tapi juga tentang siapa yang direkrut, dilatih, dan diberdayakan. Anak muda daerah harus menjadi subjek, bukan objek pembangunan. Refleksi ini penting agar Indonesia tidak sekadar tumbuh, tapi juga maju secara berkeadilan.
Investasi adalah sarana, dan tujuannya adalah manusia yang bermartabat. Dengan pendekatan yang tepat, Jawa Barat dan daerah lainnya dapat mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang merata.