Ironis, Penangkapan Bandar Judi di Bantul Jadi Pertanda Buruk

Penangkapan Pelaku Judi Online di Bantul Mengundang Kritik
Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyampaikan kritik terhadap penangkapan pelaku penipuan bandar judi online (judol) di Banguntapan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurutnya, tindakan tersebut justru menimbulkan pertanyaan mengenai kebijakan dan komitmen pihak berwajib dalam memberantas praktik judi online yang merugikan masyarakat.
Sudding menilai bahwa kasus ini seharusnya menjadi pintu masuk untuk mengatasi permainan judi online yang marak. Namun, ia mempertanyakan mengapa polisi hanya menangkap para pelaku yang terlibat dalam penipuan, sementara bandar utama tidak ditangkap. "Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan. Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya," ujar Sudding dalam pernyataannya.
Ia juga menyoroti ironisnya situasi ini, di mana polisi begitu cepat menangkap warga yang merugikan situs judi online, tetapi tidak menangkap bandar yang jelas-jelas menjadi pelaku utama. Menurut Sudding, hal ini membuat polisi terkesan membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh, hanya memangkas rantingnya saja.
Siapa yang Melaporkan?
Pemberitaan tentang penangkapan pelaku penipuan bandar judol di Bantul mendapat perhatian luas dari masyarakat. Banyak warganet di media sosial menuding Polda DIY menangkap para pelaku untuk melindungi bandar judol yang dirugikan. Untuk menanggapi isu tersebut, Dirreskrimsus Polda DIY, AKBP Saprodin, memastikan bahwa tidak ada titipan laporan dari bandar judol terkait aksi para pelaku.
Menurutnya, pihaknya tidak memiliki hubungan dengan bandar judol. "Yang jelas kami tidak ada istilah korporasi atau titipan bandar. Jika saya tahu, harus ditangkap. Tidak ada satupun bandar yang kenal saya," tegas Saprodin.
Polda DIY mengungkapkan bahwa informasi mengenai komplotan pelaku diperoleh dari masyarakat setempat. Tim gabungan dari Ditintelkam dan Subdit V Cyber Ditreskrimsus kemudian melakukan penyelidikan dan menemukan kegiatan judi online di sebuah rumah di Banguntapan.
Peran Pelaku dalam Kasus Ini
Dalam penggerebekan tersebut, lima orang pelaku diamankan. Mereka adalah RDS (32), NF (25), EN (31), DA (22), dan PA (24). RDS bertindak sebagai koordinator sekaligus penyedia sarana, modal, dan pencari situs judol berbonus. Sementara empat tersangka lainnya bertugas sebagai operator atau pemain yang menjalankan akun-akun judi.
RDS bersama rekan-rekannya diketahui telah bermain judi online jenis slot sejak November 2024. Dari hasil pemeriksaan sementara, mereka mampu meraup untung hingga Rp50 juta per bulan. Hasil itu dibagikan kepada empat tersangka lainnya, dengan masing-masing mendapatkan Rp1 juta hingga Rp1,5 juta tiap minggunya.
Metode yang Digunakan
Untuk memperoleh keuntungan, RDS mencari situs judol yang menawarkan promo menarik. Setelah itu, ia meminta rekan-rekannya untuk membuat akun agar bisa bermain slot di situs tersebut. Setiap harinya, RDS melalui empat anak buahnya dapat membuat 40 akun baru untuk bermain judi online.
Untuk mendukung operasional ini, RDS menyiapkan puluhan hingga ratusan sim card atau nomor telepon baru. Sim card tersebut digunakan secara bergantian untuk membuka akun baru dan mengelabui sistem IP address situs judol. IP address adalah alamat unik yang diberikan kepada setiap perangkat yang terhubung ke jaringan komputer, termasuk internet.
"Kartunya diganti-ganti. Tujuannya agar tidak hanya mendapat free akun baru, tapi juga bisa memainkan modal dan bonus. Kalau menang, di withdraw. Kalau kalah, ya bikin akun baru lagi," ungkap Kanit 1 Subdit V Ditreskrimus Polda DIY, Kompol Ardiansyah Rolindo Saputra.
Ancaman Hukuman
Akibat perbuatannya, RDS dan rekan-rekannya dijerat pasal berlapis, termasuk Pasal 45 ayat 3 jo Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004, perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka juga dikenai pasal 303 KUHP jo Pasal 55 dan 56 KUHP tentang perjudian.
Ancaman hukuman yang dikenakan mencakup pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.