Ke Dunia, Abimanyu Bangun Literasi Melalui Gamifikasi dan Kurikulum Lingkungan

Perjalanan Seorang Aktivis Muda dalam Membangun Kesadaran Sosial
Abdullah Abimanyu Harahap, yang akrab disapa Abimanyu, adalah seorang aktivis muda yang memulai perjalanan kerelawanannya dari pengalaman pribadi. Ia lahir dan besar di Balaraja, Kabupaten Tangerang, Banten, tempat ia mengalami keterbatasan akses pendidikan. Dari kecil hingga masa SMA, ia sering merasa kesulitan dalam mengikuti berbagai kompetisi nasional karena biaya yang diperlukan tidak dapat ditanggung oleh sekolah.
“Saya selalu harus menanggung sendiri biaya untuk ikut olimpiade nasional. Setiap kali sampai babak final, saya harus pergi ke luar kota,” ujarnya. Awalnya, ia tidak menyadari bahwa kondisinya termasuk dalam kategori underprivilege. Namun, setelah kuliah, ia mulai menyadari bahwa pengalaman teman-temannya jauh lebih baik daripada dirinya.
Dari pemahaman tersebut, Abimanyu tergerak untuk melakukan berbagai kegiatan sosial. Ia mulai menjalani proyek-proyek sosial yang bertujuan untuk memberikan peluang bagi masyarakat luas. Salah satu inisiatifnya adalah membentuk komunitas edu oflite.id, yang bergerak di bidang literasi melalui gamifikasi card game.
Gerakan Literasi dan Edukasi
Di awal masa kuliahnya pada tahun 2022, Abimanyu mendirikan komunitas edu oflite.id. Komunitas ini menggunakan modul pembelajaran bernama “Epatha” yang dirancang sebagai sistem pembelajaran sambil bermain. Modul ini digunakan dalam kegiatan mengajar anak-anak pedalaman di Siregar Island, Filipina.
“Modul ini juga saya gunakan dalam kegiatan mengajar anak-anak pedalaman di Siregar Island, Filipina,” kata Abimanyu. Ia ingin mengubah pengalaman pribadi menjadi peluang bagi orang lain.
Selain itu, komunitas ini juga sering mengadakan bootcamp dengan menyediakan mentor bagi mahasiswa luar Pulau Jawa yang ingin berprestasi hingga tingkat nasional. Di bootcamp ini, ia mengundang mentor kredibel dari Pulau Jawa untuk menjadi speaker yang berdampak di sesi yang diikuti oleh peserta dari luar Jawa.
Gerakan Lingkungan dan Inovasi
Selain gerakan literasi, Abimanyu juga aktif dalam proyek lingkungan. Ia bergabung dengan komunitas Global Shapers Community, yang berada di bawah naungan World Economic Forum (WEF). Di sini, ia menjalankan dua program utama: “Green Hearts” dan aplikasi KonekSub.
Program “Green Hearts” adalah kurikulum lingkungan yang dibuat untuk siswa SD, SMP, dan SMA. Kurikulum ini mengenalkan pengolahan limbah secara sederhana. Tujuannya adalah agar siswa memahami prinsip reduce, reuse, recycle.
“Kurikulum ini membuat siswa tahu bagaimana mengelola sampah seperti serutan, buku, atau plastik,” ujarnya. Aplikasi KonekSub akan memungkinkan siswa menukar sampah mereka dengan voucher game, pulsa, paket data, e-wallet, dan lainnya.
Ia telah berkolaborasi dengan tiga sekolah swasta di Surabaya untuk penerapan program ini dan mulai berjalan auto pilot sejak 2023. Setiap semester, pihak sekolah memberikan report tentang capaian dan feedback.
Ajang Kelas Dunia dan Proyek Luar Negeri
Melalui program “Green Hearts” dan aplikasi KonekSub, Abimanyu diundang menjadi salah satu dari lima perwakilan Indonesia untuk menghadiri World Economic Forum Annual Summit 2025 di Geneva, Swiss. Di ajang ini, ia memperkenalkan inovasinya kepada pejabat WEF, diplomat, dan PBB.
Setelah acara tersebut, Abimanyu kembali menjajarkan langkahnya dalam proyek sosial mengajar anak-anak pedalaman di Siregar Island, Filipina selama 10 hari. Ia juga sering melakukan proyek sosial di daerah 3 T (tertinggal, terdepan, dan terluar) di Indonesia, seperti mengajar di sekolah yang terletak di atas Gunung Penanggungan, Trawas, Mojokerto selama satu bulan.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Menurut Abimanyu, tantangan terbesar dalam menjalankan kegiatan sosial adalah keterbatasan dana dan kesulitan memposisikan diri agar setara dengan orang lain. Ia sering dianggap sebagai orang kaya ketika datang ke suatu daerah, sehingga sulit untuk terbuka.
Ia berharap anak-anak di daerah tertinggal atau masih terbatas akses pendidikan tidak lagi menjadi objek belas kasihan. Menurutnya, mereka memiliki potensi dan semangat besar untuk mencapai mimpi-mimpinya, tetapi masih terhalang oleh kondisi.
“Saya ingin terus membangun ekosistem yang benar-benar berpihak dan tumbuh bersama mereka,” tuturnya. Ia percaya bahwa dukungan dari generasi muda yang aktif dan memberikan dampak berkelanjutan akan membantu munculnya inisiatif dari akar rumput yang kuat dan relevan.