Kisah Royalti Lagu dan Jeritan Pengamen Jalanan

Featured Image

Aturan Royalti dalam UU Hak Cipta yang Menimbulkan Kontroversi

Aturan mengenai pembayaran royalti dalam Undang-Undang Hak Cipta kini menjadi perdebatan yang terus berlangsung di tengah masyarakat. Banyak pihak merasa khawatir untuk memainkan atau menyanyikan lagu karena adanya kewajiban membayar royalti. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana aturan tersebut akan diterapkan, terutama bagi para pengamen jalanan dan pelaku usaha kecil.

Aturan ini kini sedang digugat di Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan diajukan oleh sejumlah musisi Indonesia yang meminta kepastian hukum mengenai pembayaran royalti atas karya mereka yang dibawakan oleh orang lain. Mereka menilai bahwa aturan ini belum jelas dan bisa berdampak negatif pada banyak pihak.

Perhatian terhadap Pengamen Jalanan

Dalam sidang lanjutan gugatan uji materi UU Hak Cipta, Hakim MK Guntur Hamzah menyampaikan kekhawatiran terkait dampak aturan ini terhadap para pengamen jalanan dan pengusaha kecil. Ia menyoroti pentingnya memberikan imbalan yang wajar kepada pemegang hak cipta, tetapi juga mempertanyakan apakah aturan ini harus diberlakukan secara ketat kepada semua pihak, termasuk pengamen yang hanya bertujuan untuk bertahan hidup.

Hakim Guntur menyebutkan bahwa ada pengamen yang hanya bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 50 ribu per hari. Baginya, jika mereka juga dikenakan royalti, hal ini akan semakin mengurangi pendapatan mereka. Ia juga menanyakan apakah pengamen yang tampil di trotoar atau di dekat lampu lalu lintas juga harus dikenakan kewajiban tersebut.

Harapan Pengamen Jalanan

Salah satu pengamen di Jakarta Selatan, Dimas (20 tahun), berharap aturan royalti tidak diterapkan kepada pengamen seperti dirinya. Ia mengatakan bahwa lagu-lagu yang ia bawakan adalah cara untuk membuat lagu tersebut lebih dikenal oleh masyarakat. Dimas mengaku telah mengamen sejak usia 10 tahun dan selama itu tidak pernah diminta untuk membayar royalti. Ia menilai bahwa pengamen jalanan bukanlah pengusaha besar, melainkan orang-orang yang hanya ingin bertahan hidup.

Pandangan Pengamen Lain

Pandri (35 tahun), seorang pengamen di Jakarta Barat, juga menyampaikan pandangannya tentang aturan royalti. Ia mengaku mulai mengamen sejak masa pandemi dan saat ini juga menjual kopi keliling. Ia menilai bahwa royalti sebaiknya diterapkan sesuai dengan skala pendapatan. Jika seseorang memiliki pendapatan besar, maka mereka layak dikenakan royalti. Namun, bagi pengamen kecil, aturan ini dinilai tidak adil.

Pandri menekankan bahwa musik yang dibawakan oleh pengamen seperti dirinya justru menjadi promosi gratis bagi lagu tersebut. Dengan menyanyikan lagu baru, ia sering kali mendapat pertanyaan dari orang-orang yang tertarik dengan lagu tersebut. Ini menunjukkan bahwa pengamen juga berkontribusi dalam meningkatkan popularitas sebuah lagu.

Tantangan dan Harapan Masa Depan

Kontroversi terkait aturan royalti dalam UU Hak Cipta ini menunjukkan betapa kompleksnya masalah hukum dan sosial yang muncul. Di satu sisi, perlindungan hak cipta sangat penting untuk melindungi karya seniman dan musisi. Di sisi lain, aturan tersebut juga harus memperhatikan kondisi ekonomi dan keterbatasan para pelaku usaha kecil, termasuk pengamen jalanan.

Masalah ini membutuhkan solusi yang seimbang, agar tidak hanya melindungi hak cipta, tetapi juga memberikan ruang bagi para pengamen dan pelaku usaha kecil untuk tetap bertahan. Diperlukan diskusi yang lebih luas dan pengaturan yang lebih jelas agar semua pihak dapat memahami dan menerapkan aturan tersebut secara adil.