KPK Periksa Bupati Koltim Terkait Fee Proyek RSUD Rp9 Miliar

Kasus Korupsi Proyek Pembangunan RSUD Kolaka Timur
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan tindakan korupsi yang melibatkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis, dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe C di daerahnya. Diduga, Abdul Azis meminta komitmen fee sebesar Rp 9 miliar atau sekitar 8 persen dari total nilai kontrak proyek yang mencapai Rp 126,3 miliar.
Peristiwa ini terungkap setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kendari, Jakarta, dan Makassar pada Kamis (7/8). Dalam operasi tersebut, lima orang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis (ABZ); PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH); Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD Koltim, Ageng Dermanto (AGD); pihak swasta PT Pilar Cerdas Putra (PCP), Deddy Karnady (DK); serta pihak swasta KSO PT PCP, Arif Rahman (AR).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa proyek pembangunan RSUD Kabupaten Kolaka Timur dengan nilai proyek sebesar Rp 126,3 miliar berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2025. Dalam proses perencanaan, Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan dengan penunjukan langsung di masing-masing daerah. Untuk Kolaka Timur, pekerjaan itu dikerjakan oleh NB.
Pada Januari 2025, terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tersebut. Dalam proses ini, AGD yang menjabat sebagai PPK diduga memberikan sejumlah uang kepada ALH. Selanjutnya, ABZ bersama pejabat Pemkab Koltim lainnya berangkat ke Jakarta untuk mengatur agar PT PCP memenangkan lelang pembangunan RSUD.
Setelah pengaturan tersebut, pada Maret 2025, AGD menandatangani kontrak pembangunan RSUD dengan PT PCP senilai Rp 126,3 miliar. Pada akhir April 2025, AGD menyerahkan uang Rp 30 juta kepada ALH di Bogor. Kemudian, pada Mei–Juni 2025, PT PCP melalui DK menarik uang sekitar Rp 2,09 miliar. Dari jumlah itu, Rp 500 juta diserahkan kepada AGD di lokasi proyek, disertai permintaan komitmen fee 8 persen dari AGD kepada pihak PT PCP.
Pada Agustus 2025, DK kembali menarik cek senilai Rp 1,6 miliar yang diserahkan kepada AGD, lalu diberikan kepada YS, staf Bupati Abdul Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang ini diketahui oleh ABZ dan sebagian digunakan untuk kebutuhan pribadinya. Tidak hanya itu, DK juga menarik uang tunai Rp 200 juta dan menyerahkannya kepada AGD, serta melakukan penarikan cek Rp 3,3 miliar. Semua aliran dana ini merupakan bagian dari kesepakatan fee yang diminta oleh Bupati Koltim dari PT PCP atas proyek pembangunan RSUD tersebut.
Tim KPK kemudian menangkap AGD dengan barang bukti uang tunai Rp 200 juta yang diterimanya sebagai bagian dari komitmen fee sekitar Rp 9 miliar. Fee itu dihitung dari nilai proyek Rp 126,3 miliar. KPK memastikan akan menelusuri aliran uang lebih lanjut, termasuk dugaan penggunaan dana untuk kepentingan pribadi Abdul Azis.
Atas perbuatannya, DK dan AR sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan ABZ, AGD, dan ALH, sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.