Mengenal Belulut, Budaya Unik Sade dengan Lantai Pakai Kotoran Sapi

Tradisi Unik Desa Sade dalam Merawat Lantai Rumah
Desa Sade, yang terletak di Kecamatan Rembitan, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), dikenal sebagai desa wisata sejak tahun 1982. Selain memiliki keunikan arsitektur rumah adat dan budaya khas suku Sasak, Desa Sade juga memiliki tradisi unik dalam merawat lantai rumah mereka. Proses ini disebut dengan belulut, yaitu cara masyarakat setempat melumuri lantai dengan campuran kotoran sapi atau kerbau.
Belulut adalah proses yang dilakukan secara turun-temurun oleh warga Desa Sade. Mereka menggunakan kotoran sapi segar yang telah diproses sedemikian rupa agar tidak menimbulkan bau yang menyengat. Proses ini tidak hanya sekadar membersihkan lantai, tetapi juga bertujuan untuk memperkuat struktur tanah liat yang menjadi bahan utama lantai rumah adat tersebut.
Cara Melakukan Belulut
Saat mengunjungi Desa Sade, Zonza Kreasi berkesempatan melihat langsung proses belulut yang dilakukan oleh warga setempat. Salah satu warga, Anggi (33 tahun), seorang penjual kain tenun, sedang melakukan pembersihan lantai rumahnya. Ia mengambil campuran kotoran sapi dari sebuah kantong plastik hitam dan mengoleskannya ke lantai. Setelah itu, ia menggosokkan campuran tersebut hingga lantai berubah warna menjadi hijau.
Anggi menjelaskan bahwa lantai rumah yang terbuat dari campuran tanah liat perlu dirawat secara rutin agar tidak retak dan tetap kuat. "Kami melakukan belulut dua kali seminggu," ujarnya. Proses ini tidak hanya dilakukan di bagian depan rumah, tetapi juga seluruh lantai di dalam rumah.
Manfaat dan Keunikan Belulut
Tujuan utama dari belulut adalah memperkuat lantai rumah agar tahan lama dan tidak mudah retak. Dengan menggunakan kotoran sapi segar, lantai akan kering dalam waktu sekitar 15 menit dan dapat langsung digunakan tanpa perlu dibilas. Meski terdengar aneh, ternyata bau kotoran sapi yang digunakan tidak terlalu mencolok karena sudah diproses dengan baik.
"Enggak bau, karena kan baru keluar dari rice cooker-nya," kata Anggi sambil tertawa. Menurutnya, proses belulut bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Desa Sade.
Arsitektur dan Budaya Desa Sade
Selain tradisi belulut, Desa Sade juga memiliki ciri khas dalam arsitektur rumah adatnya. Lantai rumah terbuat dari campuran tanah liat, dinding dibuat dari anyaman bambu, serta atap menggunakan alang-alang atau rumput kering dengan bentuk melengkung atau runcing. Bentuk bangunan ini mencerminkan kebudayaan suku Sasak yang masih terjaga hingga saat ini.
Desa Sade juga menjadi salah satu destinasi wisata yang populer, baik bagi wisatawan lokal maupun internasional. Selain menawarkan pengalaman budaya dan alam yang unik, Desa Sade juga menjual berbagai kerajinan tangan seperti kain tenun, kain songke, tampu kemalu, serta aksesori dari bahan alami.
Pengakuan dan Peran Desa Sade
Desa Sade telah diakui secara resmi sebagai desa wisata sejak tahun 1993. Selain itu, desa ini juga pernah dikunjungi oleh Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka pada 2 Agustus 2025, sebagai bagian dari kunjungan kerja di Nusa Tenggara Barat. Kunjungan ini menunjukkan bahwa Desa Sade tidak hanya menjadi tempat tinggal bagi masyarakat suku Sasak, tetapi juga menjadi pusat pariwisata dan budaya yang penting di wilayah NTB.
Tradisi belulut yang unik ini menjadi salah satu daya tarik utama Desa Sade. Proses yang dilakukan secara turun-temurun ini tidak hanya menjaga kelestarian budaya, tetapi juga membuktikan bahwa masyarakat setempat mampu menjaga keseimbangan antara kehidupan modern dan tradisi leluhur.