Mengenal Lensa Anamorfik yang Merubah Dunia Film

Sejarah dan Pengaruh Lensa Anamorfik dalam Industri Film
Lensa anamorfik mungkin terdengar asing bagi sebagian orang, namun perannya dalam sejarah industri film sangat besar. Teknologi ini tidak hanya mengubah cara film difilmkan, tetapi juga memengaruhi bagaimana penonton menikmati karya-karya layar lebar. Dari awalnya sebagai inovasi teknis hingga menjadi alat kreatif yang digunakan oleh sineas modern, lensa anamorfik memiliki cerita panjang yang patut diketahui.
Awal Mula Penemuan Lensa Anamorfik
Lensa anamorfik pertama kali dikembangkan oleh Henri Chretien pada 1920-an. Saat itu, ia adalah ilmuwan yang bekerja di Mount Wilson Observatory. Ia menamai temuannya dengan istilah Hypergonar. Meskipun ide ini lahir cukup dini, baru pada 1950-an, lensa ini mulai mendapat perhatian dari industri film. Perusahaan produksi besar seperti 20th Century Fox melihat potensi besar dari teknologi ini dan memperkenalkannya ke dunia sinematografi.
Teknik yang kemudian dikenal sebagai CinemaScope ini mengubah cara film dibuat dan ditampilkan. Dengan menggunakan lensa anamorfik, para sineas bisa menangkap lebih banyak objek dalam satu bingkai, memberikan rasio aspek yang lebih lebar dibandingkan sebelumnya.
Keistimewaan Lensa Anamorfik
Salah satu keunggulan utama dari lensa anamorfik adalah kemampuannya untuk menangkap cakupan yang lebih luas. Rasio aspek yang biasanya 1,33:1 atau 4:3 kini berubah menjadi 2,39:1 atau bahkan 2,55:1. Hal ini memberikan ruang yang lebih lebar untuk komposisi visual, memungkinkan penggunaan sudut-sudut bingkai secara kreatif.
Film-film pertama yang menggunakan teknik ini antara lain The Robe (1953), How to Marry a Millionaire, dan Beneath the 12-mile Reef. Dengan teknik ini, para sineas bisa menciptakan komposisi yang lebih dinamis dan simetris, memberikan pengalaman tonton yang lebih imersif.
Menciptakan Urgensi Nonton di Bioskop
Pada masa 1950-an, televisi mulai populer di Amerika Serikat. Namun, tayangan televisi saat itu memiliki rasio aspek persegi (4:3) yang terbatas. Dengan adanya lensa anamorfik, bioskop menjadi tempat yang wajib dikunjungi agar bisa menikmati film-film terbaru yang memiliki rasio aspek lebih lebar.
Ini menjadi strategi bisnis yang cerdas dari 20th Century Fox. Dengan memperkenalkan CinemaScope, mereka menciptakan "kebutuhan baru" bagi konsumen, yang sebelumnya tidak pernah menyadari bahwa mereka butuh layar lebar untuk menikmati film. Akibatnya, pesaing seperti Walt Disney Pictures dan Warner Bros pun ikut mengadopsi teknik ini.
Legasi Lensa Anamorfik dalam Film Modern
Meski sudah lebih dari 70 tahun digunakan, lensa anamorfik masih relevan hingga saat ini. Meskipun IMAX dan teknologi digital semakin berkembang, lensa anamorfik tetap dipakai dalam beberapa film modern. Contohnya, Moonlight (2016), Annihilation (2018), Anora (2024), dan The Naked Gun (2025).
Perbedaannya dengan era sebelumnya adalah fokus pada kedalaman dan dimensi dalam bingkai. Sineas modern sering menggunakan lensa ini untuk mengambil close-up shots yang minimalis, dengan hanya 1-2 objek sebagai fokus utama dan ruang kosong yang cukup lebar. Ini sesuai dengan prinsip-prinsip estetika minimalis yang sedang tren saat ini.
Kesimpulan
Dari sejarahnya hingga penggunaannya di film modern, lensa anamorfik telah membuktikan bahwa sains dan seni bisa saling melengkapi. Tanpa penemuan Henri Chretien, dunia film mungkin tidak akan memiliki teknik sinematografi yang begitu imersif dan memanjakan mata. Dengan teknologi ini, kita bisa melihat bagaimana inovasi teknis bisa mengubah cara kita menikmati film selama bertahun-tahun.