Red Hat Dorong Demokratisasi AI dengan Fleksibilitas Hybrid Cloud Terbuka

Featured Image

Pendekatan Hybrid Cloud Terbuka untuk Pengembangan Aplikasi AI

Dalam era pengembangan aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI), fleksibilitas dalam memilih model, akselerator, dan lingkungan deployment menjadi faktor kunci yang menentukan kesuksesan sebuah organisasi. Red Hat menghadirkan solusi yang dirancang untuk menjawab tantangan tersebut dengan pendekatan hybrid cloud terbuka.

Salah satu tantangan utama yang dihadapi perusahaan saat memindahkan beban kerja AI dari fase eksplorasi ke produksi adalah memecah silo data dan menghindari ketergantungan pada satu penyedia layanan cloud. Pada tahap awal, banyak tim coba-coba menggunakan berbagai tools dan layanan publik. Namun, ketika masuk ke skala produksi, perusahaan lebih memprioritaskan keamanan dan kontrol atas data sensitif mereka, tanpa harus terjebak dalam satu ekosistem tertentu.

Country Manager Red Hat Indonesia, Vony Tjiu, menjelaskan bahwa Red Hat tidak menyediakan layanan cloud secara langsung, tetapi memberikan fleksibilitas bagi pelanggan untuk menjalankan aplikasi di mana saja sesuai kebutuhan. "Keseluruhan workload dapat berjalan di cloud mana pun, baik itu cloud publik, private cloud, maupun on-premise," jelasnya.

Red Hat bekerja sama dengan penyedia layanan cloud besar untuk menyediakan OpenShift dalam bentuk managed service seperti ROSA (Red Hat OpenShift dengan AWS), ARO (Azure Red Hat OpenShift), dan GCP (managed OpenShift GCP). Menurut Vony, layanan ini sangat diminati oleh pelanggan karena memberikan fleksibilitas dalam deployment yang nyata, bukan sekadar konsep teoritis.

Selain itu, Red Hat juga menghadapi tantangan lain yaitu adanya silo antara tim data dan tim aplikasi. Kedua tim biasanya bekerja di platform dan lingkungan yang berbeda, sehingga integrasi model AI ke dalam aplikasi membutuhkan waktu dan upaya tambahan. Hal ini menciptakan hambatan dalam standarisasi, tata kelola, dan keamanan, terutama saat beban kerja beranjak ke skala produksi. Di sinilah pentingnya fleksibilitas dan keterbukaan dalam solusi teknologi.

Untuk menjawab tantangan tersebut, Red Hat menawarkan pendekatan hybrid cloud terbuka yang memungkinkan pelanggan memilih model AI apa pun, akselerator hardware apa pun, dan menjalankan beban kerja di mana saja. Dengan platform OpenShift sebagai fondasi Kubernetes-native, Red Hat memungkinkan perusahaan memilih berbagai LLM seperti Llama, Gemini, atau Granite, dan menjalankannya di atas GPU dari NVIDIA, AMD, atau Intel.

Vony menegaskan bahwa tidak ada satu solusi yang cocok untuk semua. Oleh karena itu, pendekatan terbuka Red Hat memberikan ruang bagi pelanggan untuk menyesuaikan teknologi sesuai dengan strategi bisnis masing-masing. Namun, fleksibilitas saja tidak cukup. Keamanan dan kedaulatan data menjadi syarat mutlak saat beban kerja masuk ke tahap produksi.

"Ketika mereka masuk ke production, mereka pastinya menginginkan data tetap aman dan kedaulatan data ada di data center mereka," ujar Vony. Untuk menjawab kebutuhan ini, Red Hat melengkapi setiap layer platform-nya dengan sertifikasi ISO, compliance untuk government cloud, serta keamanan yang tertanam (embedded security). Bahkan, Red Hat Enterprise Linux 10 (RHEL 10) telah dipersiapkan dengan teknologi post-quantum cryptography untuk menghadapi ancaman masa depan dari komputasi kuantum.

Di luar platform, Red Hat juga membangun fondasi ekosistem yang kuat melalui kemitraan dan pengembangan talenta. Program Red Hat Academy yang tersebar di lebih dari 200 institusi pendidikan di Asia Pasifik telah melatih lebih dari 26.000 siswa—termasuk 7.500 di Indonesia. Selain itu, Red Hat Talent Network mempertemukan 40 lebih perusahaan rekanan dengan hampir 50 calon lulusan yang siap diserap ke dunia industri.

Untuk mendukung efisiensi operasional dan mendorong implementasi AI yang lebih luas, Red Hat menyatukan berbagai solusi dalam satu platform yang terintegrasi. RHEL AI menawarkan kernel yang dioptimalkan untuk inferensi di atas GPU. Sementara AI Inference Server berfungsi sebagai pusat manajemen lifecycle model lintas hardware dan cloud. Berkat integrasi dengan vLLM dari hasil akuisisi Neural Magic, efisiensi beban kerja dapat ditingkatkan dengan biaya GPU yang lebih rendah.

Di sisi lain, OpenShift AI mendukung praktik MLOps dengan menyatukan workflow tim data dan aplikasi dalam satu lingkungan yang konsisten. Untuk perusahaan yang masih mengandalkan VM tradisional, Red Hat kini menghadirkan OpenShift Virtualization Engine sebagai solusi transisi ke lingkungan container dengan biaya dan risiko yang lebih terkontrol.

Dengan portofolio produk seperti RHEL AI, OpenShift AI, AI Inference Server, serta OpenShift Virtualization Engine, Red Hat menawarkan satu pendekatan terintegrasi yang memungkinkan perusahaan menjalankan, mengelola, dan mengamankan berbagai jenis beban kerja, baik aplikasi AI maupun aplikasi tradisional, di berbagai lingkungan. Pendekatan ini dirancang untuk memberikan fleksibilitas pilihan teknologi sekaligus menjaga kontrol atas data dan infrastruktur.