Silatusantren 2025 di Bandung Dibanjiri Ribuan Santri! Coklat Kita Bawa Misi Lingkungan

Featured Image

Acara Silatusantren 2025 di Ponpes Nurul Iman Menarik Perhatian Ribuan Santri

Ribuan santri dari Pondok Pesantren Nurul Iman, Cibaduyut, Kota Bandung, menunjukkan antusiasme yang luar biasa dalam acara Coklat Kita Silatusantren 2025 yang digelar di lingkungan pesantren mereka pada hari Minggu, 3 Agustus 2025. Acara ini menjadi bagian dari program tahunan yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antar pesantren sekaligus memberikan edukasi tentang isu lingkungan dan pengelolaan sampah.

Tema utama acara kali ini adalah pentingnya menjaga lingkungan dan cara-cara efektif dalam mengelola sampah. Program ini juga menjadi bagian dari inisiatif "100 Pesantren Coklat Kita", yang telah merencanakan kegiatan serupa di 15 pesantren di Jawa Barat. Ponpes Nurul Iman menjadi salah satu titik ketujuh yang terpilih dalam rangkaian kegiatan tersebut.

Antusiasme Santri Sejak Awal Acara

Sejak awal acara, para santri menunjukkan antusiasme yang tinggi. Acara berlangsung dari siang hingga malam hari dan mencakup berbagai aktivitas seperti workshop interaktif pengelolaan sampah, praktik pembuatan kompos, serta pembuatan produk dari limbah non-organik. Selain itu, ada juga pertunjukan seni yang bertema lingkungan, yang turut memperkaya pengalaman peserta.

Perwakilan Coklat Kita, Yudi Wate Angin, menjelaskan bahwa Ponpes Nurul Iman dipilih karena potensinya sebagai lokomotif perubahan lingkungan di kawasan urban Bandung. “Lokasi ini sangat representatif dengan jumlah santri yang banyak, sehingga memiliki dampak luas,” ujarnya.

Yudi menambahkan bahwa tujuan utama dari program ini adalah menanamkan kesadaran tentang pengelolaan sampah secara menyeluruh kepada ribuan santri. Edukasi diberikan tidak hanya melalui teori, tetapi juga praktik langsung. Para santri dibimbing oleh tim ahli dari Klinik Tanaman Universitas Padjadjaran dan komunitas JUBELIO.

Workshop dan Praktik Langsung

Dalam workshop tersebut, santri belajar membuat kompos Takakura, memilah sampah, serta mengolah limbah plastik menjadi produk berguna. Aktivitas ini memberikan pengalaman langsung yang bisa diterapkan di lingkungan pesantren maupun rumah masing-masing santri.

Yudi menekankan bahwa program 100 Pesantren dirancang sebagai gerakan berkelanjutan. Kriteria pemilihan pesantren bukan hanya berdasarkan jumlah santri atau lokasi, tetapi juga kesiapan dan potensi pesantren untuk menjadi contoh. “Kami ingin pesantren ini menjadi percontohan, baik untuk lingkungan internal maupun masyarakat sekitar,” katanya.

Ia juga menyebut bahwa meski tidak semua pesantren bisa dijangkau, Coklat Kita ingin menciptakan model pesantren hijau yang dapat direplikasi. “Satu pesantren di setiap titik bisa mendorong perubahan lebih luas. Santri bukan hanya penerima informasi, tapi penggerak perubahan,” tegasnya.

Dukungan Positif dari Pengasuh Pesantren

Acara ini mendapat sambutan positif dari jajaran pengasuh Pondok Pesantren Nurul Iman. Muhammad Fuad Syafi’i, MA, salah satu anggota Dewan Pengasuh, menyampaikan bahwa gelaran edukasi sampah ini membantu menularkan kebiasaan baik kepada para santri dan santriyah yang jumlahnya mencapai 2.000 orang.

Fuad berharap hasil workshop ini bisa ditularkan ke seluruh santri. “Jika sampah bisa dimanfaatkan dengan baik, ini akan menjadi nilai yang sangat besar,” tambahnya.

Pondok Pesantren Nurul Iman, yang berdiri sejak 1997, mengalami relokasi pada 2019 akibat proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Lokasi baru kini berada tidak jauh dari tapak lama, tetap di wilayah Cibaduyut, dengan fasilitas baru dan jumlah santri yang terus meningkat.

Kolaborasi Antar Pesantren

Selain hadir dalam acara, beberapa pesantren juga aktif terlibat dalam sesi praktik. Hal ini menunjukkan semangat kolaboratif yang tumbuh di antara pesantren-pesantren di Bandung. Acara ditutup dengan pembacaan Ikrar Santri Peduli Sampah dan pertunjukan seni yang meriah. Para santri menampilkan puisi, lagu religi, dan hadrah bertema lingkungan, menegaskan semangat kolaboratif antara iman dan aksi nyata.

Fuad Syafi’i menambahkan bahwa setelah acara ini, pengurus akan menindaklanjuti hasil pelatihan ke seluruh unit pendidikan—dari TK sampai MA. “Kami ingin gerakan ini menyatu dengan kurikulum dan kebiasaan harian santri,” ujarnya.