Stella Christie Jelaskan Penggunaan Rp1,8 Triliun untuk Riset Prioritas

Featured Image

Komitmen Pemerintah Indonesia dalam Memperkuat Ekosistem Riset Nasional

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menunjukkan komitmennya untuk memperkuat ekosistem riset nasional. Salah satu langkah yang diambil adalah menyediakan anggaran sebesar Rp1,8 triliun untuk mendukung riset di delapan bidang strategis yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Stella Christie, dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025 yang berlangsung di Sasana Budaya Ganesa, Bandung, pada Jumat, 8 Agustus 2025. Ia menjelaskan bahwa dana sebesar Rp1,8 triliun akan dirancang dengan skema pendanaan yang memudahkan peneliti mendapatkan dana langsung secara pribadi ketika memenangkan hibah riset.

Delapan Bidang Prioritas Riset Nasional

Prof. Stella mengungkapkan bahwa kedelapan bidang tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan strategis negara, yaitu:

  • Pangan
  • Energi
  • Kesehatan
  • Pertahanan
  • Maritim
  • Hilirisasi dan industrialisasi
  • Digitalisasi (termasuk kecerdasan buatan/AI dan semikonduktor)
  • Material dan manufaktur maju

Bidang-bidang ini merupakan arahan langsung dari Presiden Prabowo sebagai upaya memperkuat kemandirian bangsa. Ia menyebutkan bahwa ketahanan energi dan pangan sangat penting untuk mewujudkan swasembada.

Tidak Hanya Dana, Regulasi Juga Diperbaiki

Selain dukungan pendanaan, pemerintah juga fokus pada penyederhanaan regulasi agar peneliti dan industri tidak terhambat birokrasi. Prof. Stella menjelaskan bahwa setelah sembilan bulan pemerintahan berjalan, dana riset meningkat hampir 80 persen, dengan mekanisme penyaluran langsung kepada peneliti di universitas.

“Pemerintah ingin mengurangi beban administrasi peneliti dan industri. Regulasi akan dibenahi agar proses riset berjalan lebih cepat dan efisien,” tegasnya.

Belajar dari Negara Maju

Penguatan riset sebagai prioritas pembangunan bukan hal baru di tingkat global. Data Forbes tahun 2019 menunjukkan korelasi erat antara besarnya investasi riset dan banyaknya publikasi ilmiah. Beberapa negara yang menjadi contoh antara lain:

  • Amerika Serikat: Lebih dari 400 ribu publikasi ilmiah per tahun, didukung anggaran riset mencapai US$154,15 miliar.
  • Jepang: Anggaran riset US$89,55 miliar, fokus pada teknologi produksi dan industri.
  • Jerman: Dari total US$46,74 miliar dana riset, sebesar US$6,87 miliar digunakan untuk teknologi produksi dan industri.
  • Korea Selatan: Mengalokasikan US$9,26 miliar untuk teknologi industri dari total US$31,62 miliar anggaran riset.
  • Prancis: Fokus pada riset kesehatan dengan anggaran US$2,47 miliar dari total US$19,94 miliar.

Data ini menunjukkan bahwa negara-negara yang konsisten mendanai riset secara signifikan berhasil menempatkan diri sebagai pemimpin inovasi global.

Potensi Dampak bagi Indonesia

Kebijakan pengucuran Rp1,8 triliun ini berpotensi membawa perubahan besar di berbagai sektor:

  • Peningkatan Publikasi Ilmiah: Dengan insentif dana langsung, peneliti akan lebih leluasa menjalankan proyek tanpa hambatan birokrasi, sehingga publikasi berkualitas dapat meningkat.
  • Penguatan Industri Strategis: Fokus pada hilirisasi, AI, dan semikonduktor membuka peluang Indonesia masuk ke rantai pasok global di bidang teknologi tinggi.
  • Ketahanan Pangan dan Energi: Riset pada dua sektor ini sangat krusial untuk mengurangi ketergantungan impor dan menjamin stabilitas nasional.
  • Kolaborasi Akademik-Industri: Skema pendanaan dan regulasi yang lebih fleksibel akan memicu kemitraan riset antara universitas dan sektor swasta.

Tantangan yang Harus Diantisipasi

Meski kebijakan ini menuai optimisme, ada sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi:

  • Kapasitas Peneliti: Tidak semua universitas memiliki sumber daya manusia yang memadai untuk riset kelas dunia.
  • Transparansi Penyaluran Dana: Skema dana langsung memerlukan pengawasan ketat agar tepat sasaran.
  • Komersialisasi Hasil Riset: Banyak riset berhenti di tahap publikasi tanpa berlanjut ke inovasi produk yang bisa digunakan industri atau masyarakat.

Langkah Menuju Indonesia Emas 2045

Kebijakan ini selaras dengan visi Indonesia Emas 2045, di mana sains, teknologi, dan inovasi menjadi pilar utama pembangunan. Dengan mengacu pada best practice negara maju, memperkuat ekosistem riset, serta memastikan keberlanjutan pendanaan, Indonesia berpeluang besar untuk keluar dari ketergantungan teknologi impor dan menjadi pusat inovasi di Asia Tenggara.

“Kami ingin memastikan bahwa dana riset ini bukan hanya angka di atas kertas, tetapi benar-benar menghasilkan inovasi yang bermanfaat bagi masyarakat dan industri,” pungkas Prof. Stella.