Tarif Royalti Musik di Kafe dan Restoran: Cara Menghitungnya

Featured Image

Penjelasan LMKN Mengenai Perhitungan Royalti untuk Kafe dan Restoran

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) memberikan penjelasan mengenai cara perhitungan tarif royalti bagi kafe dan restoran yang memutar musik secara komersial. Tujuan dari penjelasan ini adalah untuk menghilangkan persepsi bahwa pembayaran royalti merupakan beban berat, sekaligus mendorong pelaku usaha untuk menggunakan lebih banyak lagu Indonesia dengan lisensi resmi.

Menurut Komisioner LMKN, Yessy Kurniawan, sistem pengelolaan hak cipta sudah berlangsung sejak tahun 1991, dimulai oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia. Ia menegaskan bahwa hal ini bukanlah sesuatu yang main-main, dan dalam perhitungan tarifnya, tingkat hunian menjadi prioritas utama.

Dasar Hukum Tarif Royalti

Tarif royalti untuk restoran, kafe, pub, bar, bistro, klab malam, dan diskotek diatur dalam Keputusan LMKN Nomor 20160512RKBD/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016 yang disahkan Menteri Hukum dan HAM RI pada 12 Mei 2016. Aturan ini menetapkan tarif royalti secara proporsional dengan mempertimbangkan praktik terbaik internasional, masukan dari pengguna, serta rasa keadilan.

Untuk usaha jasa kuliner bermusik kategori restoran dan kafe, tarifnya adalah: - Rp 60.000 per kursi per tahun untuk royalti pencipta lagu - Rp 60.000 per kursi per tahun untuk royalti hak terkait

Sementara itu, untuk pub, bar, dan bistro, tarif dihitung per meter persegi sebesar Rp 180.000 per tahun untuk masing-masing kategori royalti. Untuk diskotek dan klab malam, tarifnya adalah Rp 250.000 per m² per tahun untuk royalti pencipta, dan Rp 180.000 per m² per tahun untuk royalti hak terkait.

Perhitungan Berdasarkan Okupansi

LMKN menegaskan bahwa perhitungan royalti tidak hanya mengacu pada jumlah kursi yang tersedia, tetapi juga pada tingkat keterisian atau okupansi harian. Misalnya, jika ada 100 kursi namun hanya 10 yang terisi pada hari pertama, maka perhitungan akan dilakukan berdasarkan jumlah kursi yang benar-benar digunakan.

Yessy menjelaskan bahwa LMKN menyediakan formulir khusus bagi pelaku usaha untuk melaporkan data okupansi tersebut. Ia menegaskan bahwa tingkat hunian hanya diketahui oleh pemilik kafe, dan LMKN hanya memberikan form untuk diisi. Tujuannya adalah agar tidak terkesan melakukan perhitungan asal-asalan.

Contoh Penerapan: Kasus Mie Gacoan

Contoh penerapan aturan ini dapat dilihat pada kesepakatan antara PT Mitra Bali Sukses (Mie Gacoan) dan Sentra Lisensi Musik Indonesia (Selmi). Setelah dua kali mediasi, Mie Gacoan sepakat membayar royalti sebesar Rp 2,2 miliar untuk periode 2022 hingga akhir Desember 2025.

Sekretaris Jenderal Selmi, Ramsudin Manullang, menjelaskan kalkulasi perhitungannya. Ia mengatakan bahwa jika tarifnya Rp 120 ribu per tahun, kemudian dikurangi 64 hari, anggap total setahun 300 hari. Dengan demikian, per hari hanya sekitar Rp 400. Ia menegaskan bahwa jumlah tersebut tidak bisa disebut besar.

Mie Gacoan memiliki 65 gerai, masing-masing rata-rata 150 kursi. Kesepakatan ini diharapkan menjadi contoh bagi pelaku usaha lain agar memahami kewajiban royalti dan melaporkan jumlah kursi atau gerai yang digunakan.

Kritik dari DPR

Meski tarif royalti telah diatur, sebagian pihak menilai perlu adanya klasifikasi khusus bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Wakil Ketua Komisi VII DPR, Evita Nursanty, menilai pendekatan satu tarif untuk semua tidak bisa diterapkan. Ia menegaskan bahwa harus ada keadilan dan keberpihakan, terutama terhadap UMKM.

Evita menambahkan bahwa semangat melindungi karya harus dijaga, tetapi pelaksanaannya jangan sampai membebani rakyat.

Kewajiban Lisensi Musik

Menurut laman resmi Selmi, setiap pemutaran karya rekaman di tempat usaha untuk pelanggan atau staf, baik melalui radio, televisi, maupun perangkat lain, wajib memiliki lisensi resmi. Biaya lisensi dikenakan PPN 10 persen, dengan tarif mengacu pada SK Kemenkumham No. HKI.2-OT.03.01-02 Tahun 2016.

Bagi restoran dan kafe, tarif yang berlaku adalah Rp 120.000 per kursi per tahun. Dengan perhitungan yang jelas dan transparan, LMKN berharap pelaku usaha dapat memutar musik secara aman dan legal, sekaligus mendukung keberlangsungan industri musik Tanah Air.