Jenis Bullying dan Dampak pada Kesehatan Mental Anak

Featured Image

Perundungan: Masalah Kesehatan Masyarakat yang Tidak Boleh Diabaikan

Perundungan, atau bullying, bukan hanya sekadar konflik antar teman sebaya. Ini adalah isu serius yang memengaruhi kesejahteraan fisik dan mental anak-anak secara jangka panjang. Perilaku agresif yang tidak diinginkan, terjadi berulang, dan terjadi dalam situasi ketimpangan kekuasaan, menjadi ciri khas dari bullying. Penting untuk menyadari bahwa perundungan bisa dicegah, namun diperlukan kesadaran dan intervensi dini agar dampaknya tidak terus berlanjut.

Kini semakin banyak pihak, termasuk tenaga kesehatan, mulai melihat pentingnya penanganan perundungan secara serius. Penyebabnya, perundungan bisa terjadi di berbagai lingkungan, terutama di tempat-tempat yang kurang diawasi seperti kantin, lorong, atau halte bus. Dengan perkembangan teknologi, bentuk perundungan juga berkembang, termasuk dalam bentuk cyberbullying.

Berikut beberapa jenis perundungan yang perlu diketahui untuk pencegahan dan penanganan lebih lanjut:

  • Bullying Fisik
    Mencakup tindakan kekerasan langsung seperti memukul, menendang, menjambak, atau mendorong. Tindakan ini dilakukan secara berulang dan bertujuan untuk mendominasi korban secara fisik.

  • Bullying Verbal
    Merupakan bentuk kekerasan emosional yang menggunakan kata-kata untuk menyakiti korban. Contohnya ejekan, hinaan, ancaman, atau komentar merendahkan. Penelitian menunjukkan bahwa bullying verbal dapat menurunkan harga diri seseorang dan meningkatkan risiko gangguan mental seperti depresi dan kecemasan.

  • Bullying Sosial (Relasional)
    Lebih halus dan manipulatif dibandingkan dengan jenis lainnya. Pelaku berusaha merusak reputasi atau hubungan sosial korban melalui penyebaran rumor, pengucilan dari kelompok pertemanan, atau mempermalukan di depan umum.

  • Cyberbullying
    Jenis perundungan yang dilakukan melalui media digital seperti ponsel dan komputer. Korban bisa menerima pesan menghina, ancaman, atau bahkan penyebaran konten memalukan secara online. Menurut data, sekitar 15,9 persen siswa SMA pernah mengalami cyberbullying. Salah satu tantangan utamanya adalah pelaku bisa tetap anonim dan serangan bisa terjadi kapan saja, bahkan saat korban sedang berada di rumah.

  • Bullying Seksual
    Melibatkan perilaku seksual yang tidak diinginkan, baik secara fisik, verbal, maupun digital. Contohnya menyentuh tanpa izin, komentar cabul, atau penyebaran gambar seksual tanpa persetujuan.

  • Bullying Prasangka (Prejudicial Bullying)
    Didorong oleh prasangka terhadap identitas korban, seperti ras, agama, orientasi seksual, gender, atau disabilitas. Anak-anak dari kelompok minoritas atau yang tampak berbeda dari mayoritas lebih rentan menjadi sasaran. Bentuknya bisa berupa hinaan yang mengandung unsur SARA, atau ejekan terhadap kondisi fisik tertentu.

Korban perundungan dianjurkan untuk berbicara dengan orang dewasa terpercaya seperti guru, konselor, atau orang tua. Dalam kasus cyberbullying, dokumentasi (screenshot) sangat penting sebagai bukti. Selain itu, dukungan dari profesional kesehatan mental juga bisa membantu korban mengatasi dampak psikologisnya.

Peran tenaga kesehatan, pendidik, dan orang tua sangat vital dalam mengidentifikasi gejala perundungan sejak dini, serta menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak. Edukasi, kampanye kesadaran, dan kebijakan anti-bullying di sekolah juga merupakan langkah penting dalam mencegah dan menanggulangi masalah ini. Dengan kesadaran bersama, kita bisa memberikan perlindungan yang layak bagi setiap anak.