Kapan Matahari Akan Mati? Ini Penjelasan Ilmuwan

Featured Image

Zona Kreasi

Tata Surya kita telah ada selama 4,6 miliar tahun. Angka ini terlihat sangat besar, namun dalam skala usia alam semesta yang mencapai 13,8 miliar tahun, angka tersebut hanyalah sekejap mata. Meski saat ini tampak stabil, suatu hari nanti Tata Surya akan menghadapi akhirnya. Pertanyaannya adalah: kapan dan bagaimana proses ini akan berlangsung?

Matahari: Jantung Tata Surya yang Akan Padam

Tata Surya terdiri dari delapan planet, beberapa planet kerdil, ratusan bulan, serta miliaran asteroid dan komet. Semua benda langit ini saling terikat oleh gaya gravitasi Matahari, yang menjadi pusat sistem ini. Namun seperti semua bintang, Matahari juga memiliki masa hidup yang terbatas.

Saat ini, Matahari menghasilkan energi melalui proses fusi nuklir, di mana hidrogen di intinya berubah menjadi helium. Menurut Fred Adams, seorang astrofisikawan teoretis dari University of Michigan, proses ini akan berlangsung selama sekitar 5 miliar tahun lagi.

Setelah bahan bakar hidrogen habis, inti Matahari akan mengalami kolaps, sementara permukaannya akan mengembang dan berubah menjadi raksasa merah. Bintang raksasa dingin ini akan menelan planet Merkurius, Venus, dan kemungkinan besar juga Bumi.

“Meskipun Bumi berada di batas atmosfer raksasa merah, kemungkinan besar planet kita ini akan ikut tersedot ke dalamnya,” jelas Adams.

Nasib Planet dan Benda Langit Lainnya

Mars kemungkinan besar akan selamat karena berada cukup jauh dari jangkauan raksasa merah. Planet luar seperti Jupiter dan Saturnus akan tetap berada di orbitnya. Awan Oort, wilayah hipotetis yang berisi bongkahan es di tepi Tata Surya, akan mengalami destabilisasi. Heliosfer — gelembung pelindung magnetik yang diciptakan oleh Matahari — akan menyusut drastis.

Setelah sekitar 1 miliar tahun dalam fase raksasa merah, Matahari akan melepaskan lapisan luarnya dan menyisakan inti super padat seukuran Bumi: katai putih. Ini adalah sisa-sisa bintang yang sangat panas namun redup, dan akan menjadi pusat dari sistem yang beku dan sunyi.

“Dari sudut pandang kelayakan huni, ini adalah akhir dari Tata Surya,” kata Alan Stern, ilmuwan planet dan kepala misi New Horizons NASA.

Tapi Apakah Itu Benar-Benar Akhir?

Meski Matahari telah mati, sisa-sisa Tata Surya tetap eksis. Planet-planet besar seperti Jupiter dan Saturnus masih akan mengorbit katai putih. Dengan demikian, secara teknis, Tata Surya belum benar-benar "mati".

“Jawaban teknisnya adalah: evolusi Matahari tidak sepenuhnya mengakhiri Tata Surya,” ujar Stern. “Banyak benda akan terus mengorbit.”

Namun, seiring waktu, tanpa kekuatan penuh dari gravitasi Matahari, sistem akan semakin tidak stabil. Gaya tarik antarplanet, gangguan dari bintang-bintang yang lewat, atau bahkan supernova terdekat bisa mengacaukan orbit dan menyebabkan tabrakan atau pelontaran benda langit ke luar angkasa.

“Kita bukan hanya menunggu sampai alam semesta berusia dua kali lipat. Kita berbicara tentang miliaran, triliunan, bahkan kuadriliun kali lebih tua,” kata Adams. “Seperti undian yang peluangnya kecil, tapi jika Anda bermain miliaran kali, kemungkinan menang meningkat.”

Di Ujung Waktu: Alam Semesta pun Bisa Luruh

Beberapa ilmuwan bahkan berteori bahwa proton, partikel dasar penyusun atom, bisa meluruh (decay). Walau belum pernah diamati secara langsung, eksperimen teoritis memperkirakan usia proton bisa mencapai lebih dari 10 pangkat 34 tahun. Jika ini benar, maka seluruh materi di alam semesta — termasuk sisa-sisa Tata Surya — bisa perlahan-lahan menghilang.

Jadi Tata Surya kita tidak akan bertahan selamanya. Dalam waktu sekitar 5 miliar tahun, ia akan memasuki fase kehancuran perlahan — dimulai dari matinya Matahari, dan diakhiri dengan kekacauan gravitasi serta potensi peluruhan materi di masa depan yang amat jauh. Namun, hingga saat itu tiba, kita masih memiliki waktu miliaran tahun untuk menjelajahi dan memahami keindahannya.