Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Rombongan Belajar Sesuai Aturan?

Gugatan terhadap Kebijakan Rombongan Belajar di Jawa Barat
Sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai penambahan jumlah peserta didik dalam rombongan belajar (rombel) hingga 50 siswa digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Gugatan ini tercatat dengan nomor perkara 121/G/2025/PTUN.BDG dan telah diajukan pada 1 Agustus 2025. Pihak yang menggugat adalah Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat bersama Badan Musyawarah Perguruan Swasta dari beberapa kabupaten dan kota di Jawa Barat.
Kebijakan tersebut merupakan bagian dari Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan Menengah. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan akses layanan pendidikan bagi murid yang kesulitan mendaftar secara reguler serta memastikan bahwa warga Jawa Barat dapat memperoleh layanan pendidikan berkualitas.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Purwanto, hanya 17 SMA/SMK yang menerapkan penambahan rombel hingga 50 siswa. Dari jumlah tersebut, 16 di antaranya adalah sekolah negeri dan satu SMK Negeri. Di Jawa Barat terdapat total 515 SMA Negeri dan 286 SMK Negeri. Meski demikian, kebijakan ini mendapat protes dari sejumlah pihak, termasuk Pengurus Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Wilayah Jawa Barat.
Aturan Mengenai Rombongan Belajar Maksimal 50 Siswa
Aturan mengenai jumlah maksimum peserta didik per rombongan belajar diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 47 Tahun 2023. Pasal 8 ayat (2) huruf f menyebutkan bahwa jumlah peserta didik per rombongan belajar ditetapkan maksimal 36 siswa untuk jenjang SMA sederajat.
Namun, dalam kondisi tertentu seperti keterbatasan jumlah satuan pendidikan atau jumlah pendidik, jumlah peserta didik per rombongan belajar dapat diberlakukan secara fleksibel. Hal ini diatur dalam ayat (4) Permendikbudristek tersebut. Selain itu, Keputusan BSKAP Nomor 071/H/M/2024 juga menjelaskan bahwa jumlah peserta didik per rombel dapat dikecualikan jika terdapat keterbatasan jumlah satuan pendidikan atau jumlah pendidik.
Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa jumlah maksimum peserta didik per rombongan pelajar dengan kondisi pengecualian untuk jenjang SMA/SMK dapat ditambah dari semula 36 menjadi 50 siswa.
Alasan Forum Kepala Sekolah Swasta Menolak Kebijakan Rombel 50 Siswa
Para penggugat menilai kebijakan tersebut berdampak serius pada sekolah swasta, termasuk para gurunya. Kuasa hukum para penggugat dari Kongres Advokat Indonesia, Alex Edward, menyatakan bahwa kebijakan Dedi Mulyadi berdampak pada operasional sekolah swasta, terutama dalam distribusi guru bersertifikasi dan efektivitas sarana-prasarana pendidikan.
Alex mengatakan bahwa guru yang telah bersertifikasi justru mengalami pengurangan jam mengajar karena kebijakan ini. Selain itu, penambahan rombel di sekolah negeri menyebabkan minimnya rekrutmen guru baru di sekolah swasta, yang secara otomatis menurunkan pemanfaatan sarana dan prasarana.
Penggugat yang terdiri atas delapan organisasi sekolah swasta berharap PTUN dapat membatalkan keputusan tersebut dan meminta Gubernur Jabar mencabut kebijakan yang dinilai kontraproduktif terhadap keberlangsungan pendidikan swasta.
Tanggapan Dedi Mulyadi terhadap Gugatan
Dedi Mulyadi menanggapi gugatan tersebut dengan menyatakan bahwa keputusannya bertujuan untuk kepentingan masyarakat. Ia mengatakan bahwa kebijakan ini telah membantu 47 ribu anak-anak Jawa Barat untuk bersekolah tanpa biaya. Menurut Dedi, tugasnya sebagai gubernur sudah terpenuhi dengan memberikan ruang yang terbuka bagi anak-anak Jawa Barat untuk sekolah gratis.
Ia merasa ragu bahwa kebijakan ini menyebabkan penurunan jumlah siswa di sekolah swasta. Dedi menyatakan bahwa jumlah sekolah swasta tahun ini justru bertambah. Ia juga menyoroti bahwa kurangnya jumlah sekolah negeri menjadi penyebab utama masalah penerimaan siswa baru.
Dedi pun menyatakan siap menghadiri sidang gugatan tersebut jika pengadilan memintanya. Ia menegaskan bahwa PTUN adalah lembaga administratif, bukan pengadilan pidana.