Studi: Makanan Olahan Tingkatkan Risiko Kanker Paru-paru

Gaya Hidup Tidak Sehat dan Dampak Makanan Ultra Olahan
Dalam era modern, gaya hidup tidak sehat semakin sering ditemui, salah satunya melalui kebiasaan mengonsumsi makanan ultra olahan atau ultra-processed foods (UPF). Penelitian terkini menunjukkan bahwa konsumsi UPF secara berlebihan dalam jangka panjang dapat berdampak negatif pada kesehatan. Berikut adalah penjelasan lengkap tentang dampak makanan jenis ini terhadap tubuh.
Apa Itu Makanan Ultra Olahan?
Makanan ultra olahan merupakan jenis makanan yang dibuat dari bahan-bahan hasil olahan industri seperti lemak, gula tambahan, pati, dan minyak. Selain itu, makanan ini umumnya juga mengandung berbagai zat tambahan, seperti pewarna, perisa buatan, hingga bahan pengawet. Contoh makanan ultra olahan antara lain makanan beku siap saji, minuman bersoda, sosis, nugget, biskuit, kue kemasan, serta camilan asin dalam kemasan.
Hubungan dengan Risiko Kanker Paru-Paru
Studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Thorax (2025) menemukan adanya hubungan antara konsumsi UPF dengan peningkatan risiko kanker paru-paru. Dalam studi tersebut, peneliti menemukan bahwa konsumsi makanan ultra olahan dalam jumlah tinggi berkaitan dengan meningkatnya risiko dua jenis kanker paru-paru, yaitu non-sel kecil (NSCLC) dan sel kecil (SCLC).
Kanker paru-paru jenis SCLC merupakan jenis yang agresif karena tumbuh cepat dan mudah menyebar ke organ lain. Sebaliknya, NSCLC adalah jenis yang lebih umum dan cenderung berkembang lebih lambat dibandingkan SCLC.
Metode Penelitian dan Hasil
Penelitian ini menggunakan data dari studi Prostate, Lung, Colorectal and Ovarian Cancer Screening Trial (PLCO), yang melibatkan lebih dari 100.000 peserta. Terdapat 50.187 laki-laki dan 51.545 perempuan dengan usia rata-rata 62,5 tahun yang tercatat di studi ini.
Peserta diminta mengisi kuesioner terkait riwayat kesehatan dan pola makan, termasuk konsumsi UPF. Tingkat konsumsi tersebut dibagi ke dalam empat kelompok berdasarkan jumlah porsinya, mulai dari sekitar 0,5 hingga 6,0 porsi per hari, dengan rata-rata 2,8 porsi.
Setelah masa studi selama rata-rata 12,2 tahun, para peneliti menemukan ada 1.706 kasus kanker paru-paru dengan 86,3 persennya merupakan NSCLC. Sebanyak 1.473 peserta tercatat mengalami kondisi NSCLC dan 233 peserta atau sekitar 13,7 persennya mengalami penyakit SCLC.
Risiko kanker paru-paru terlihat lebih tinggi pada peserta yang banyak mengonsumsi makanan ultra olahan. Dalam kelompok dengan konsumsi paling sedikit, sekitar 1,3 persen peserta (331 dari 25.433 orang) terdiagnosa kanker paru-paru. Angka ini meningkat menjadi 1,9 persen (485 dari 25.434 orang) pada kelompok dengan konsumsi UPF tertinggi.
Faktor Penyebab dan Rekomendasi
Para peneliti mencatat bahwa risiko kanker paru-paru meningkat hingga 41 persen pada kelompok dengan konsumsi UPF tertinggi. Beberapa kemungkinan penyebab yang disebutkan antara lain rendahnya kualitas gizi dalam UPF serta kandungan zat aditif seperti glutamat dan karagenan yang berpotensi memengaruhi kesehatan paru-paru.
Meskipun demikian, penelitian lanjutan masih dibutuhkan untuk memastikan hubungan sebab-akibat antara konsumsi UPF dan kanker paru-paru. Katrina Brown, manajer senior intelijen kanker di Cancer Research UK yang tidak terlibat dalam studi ini, menambahkan bahwa bisa saja ada faktor lain yang turut meningkatkan risiko penyakit tersebut.
Ia menyampaikan bahwa ada kemungkinan adanya faktor risiko yang saling berkaitan. Misalnya, jika seseorang mengonsumsi banyak UPF, apakah mereka juga cenderung merokok? Atau bekerja di lingkungan yang memiliki risiko paparan zat berbahaya lainnya?
Selain itu, ia menekankan bahwa makanan ultra olahan yang umumnya tinggi lemak, garam, dan gula, dapat dikaitkan dengan masalah kesehatan lain, seperti kelebihan berat badan hingga obesitas. Maka dari itu, membatasi konsumsi makanan jenis ini bisa menjadi bagian dari pola makan sehat untuk menjaga kondisi tubuh secara keseluruhan.
“Dalam konteks kanker paru-paru, berhenti merokok tetap menjadi langkah terbaik yang bisa dilakukan untuk menurunkan risiko,” tutup Katrina.